Jambi, AP – Sidang lanjutan kasus uang ketok palu pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2018 di Pengadilan Negri Tipikor Jambi kemabali digelar kemarin, Senin (05/03).
Sidang kali ini menghadirkan saksi terhadap kasus tersebut, ada tiga anggota DPRD Provinsi yang akan diminta keterangannya diantaranya adalah, Yanti Maria, Nurhayati dan Nasri Umar. Selain anggota dewan, ada satu kepala dinas OPD Provinsi Jambi yang menjadi saksi, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar) Provinsi Jambi, Ujang Haryadi, terang Pengacara terdakwa Erwan, Lifa Mala Halung.
Ujang Haryadi, mengakui menyerahkan uang Rp 30 juta juga kepada anggota Fraksi Demokrat DPRD Provinsi Jambi, untuk membantu uang ketok palu yang diminta dewan terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi 2018.
Pengakuan tersebut disampaikan Ujang saat bersaksi di persidangan kasus dugaan suap pengesahan RAPBD Provinsi Jambi tahun 2018 dengan terdakwa Erwan Malik, Saipudin, dan Arpan, di Pengadilan Tipikor Jambi, Senin (5/3)
Dalam persidangan Ujang mengatakan, ia mendengar kabar dari sesama kepala dinas, bahwa ada permintaan uang dari terdakwa Saipudin yang saat itu Asisten III Setda Provinsi Jambi, untuk membantu uang ketok palu.
Dikatakan Ujang, uang Rp 30 juta tersebut diserahkannya melalui Nurhayati, yang merupakan istri terdakwa Saipudin.
“Betul pak, uang langsung saya serahkan,” kata Ujang menjawab pertanyaan jaksa KPK.
Keterangan Kepala Dinas Pariwisata, Ujang Haryadi, mendapat pertanyaan dari terdakwa Saipudin. Karena menurut pengakuannya, dia tidak pernah meminta uang untuk kepentingan pribadi.
“Saya tanyakan atas perintah siapa dan untuk siapa,” tanya Saipudin.
Pertanyaan itu dijawab saksi, bahwa terdakwa Saipudin tidak pernah mengatakan untuk apa uang itu dan untuk siapa.
“Waktu di rumah sakit bapak tidak menyebutkan untuk apa, bapak cuma bilang Pak Ujang tolong cari uang, saya tidak kepikir kemana-mana, karena waktu itu saya lagi sakit,” terang Ujang.
Kemudian, Saipudin mempertanyakan tulisan yang menjadi bukti jaksa KPK. Terkait hal itu, saksi mengatakan bahwa dirinya tidak pernah menuliskan Rp 30 juta. “Saya tidak pernah menuliskan itu, Pak Haji jangan fitnah saya. Istigfar pak Haji,” tegas Ujang.
Selain Saipudin, Erwan Malik juga menanyakan kegunaan uang itu diberikan kepada terdakwa Saipudin. Lagi-lagi Ujang mengaku tidak menuliskan angka yang diperlihatkan di layar infokus.
Ketua Fraksi Demokrat DPRD Provinsi Jambi, Nasri Umar mengaku dari awal sudah mengingatkan seluruh anggota Fraksi Partai Demokrat, jika ada kemungkinan bagi-bagi uang terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi 2018.
“Saya sudah sampaikan, kamu (anggota Fraksi Demokrat, red) jangan main duit,” kata Nasri Umar saat menjawab pertanyaan jaksa KPK.
Namun saat itu, kata Nasri, ia tidak melarang anggotanya untuk hadir di paripurna, dan tidak pula menginstruksikan untuk tidak hadir. “Kalau saya sendiri dari awal memang tidak akan hadir,” ujarnya.
Lebih lanjut Nasri Umar mengatakan, sebelum pengesahan RABPD tahun 2018 terdakwa Sapudin dan Arpan juga pernah datang ke rumah. Saat itu, kata Nasri Umar, ia dibujuk agar hadir di paripurna pengesahan RABPD.
“Saat itu beliau (Saipudin, red) bilang, “bang, tolong lah ikut paripurna besok. Ini jugo perintah Pak Gubernur, sayo nak ngomong apo”. Lalu soyo bilang, jangan ji (Haji Saipudin, red) nanti kau masuk penjaro,” beber Nasri Umar.
“Mereka ini korban Jambi Tuntas semua,” pungkasnya.
Nasri Umar, mengakui pernah ditelepon rekannya sesama fraksi Demokrat, Nurhayati, istri terdakwa Saipudin. Dalam percakapan itu, kata Nasri, Nurhayati mengatakan ‘kami kami lah’.
Namun Nasri mengaku tidak mengetahui maksudnya. Tetapi dia menjawab nanti. “Saya waktu itu dalam keadaan sakit,” kata Nasri kepada jaksa KPK.
Jaksa kemudian mengulang rekaman percakapan antara Nurhayati dengan Nasri.
Menurut Nasri, dia mengatakan “kagek-kageklah” (Nanti-nantilah) maksudnya adalah menuggu, karena waktu itu dirinya lagi sakit.
“Apakah maksudnya kami-kamilah itu jatah uang untuk anggota dewan yang perempuan,” tanya jaksa KPK.
Nasri Umar mengaku tidak tahu, bahkan dia mengaku pernah melarang untuk tidak terima uang, karena menurut dia, itu bahaya.
“Saya bilang kamu jangan macam-macam nanti kamu masuk penjaro,” ujar Nasri.
Tetapi, kata Nurhayati, dirinya pernah menelepon Nasri menanyakan untuk hadir di paripurna, tapi Nasri melarangnya.
“Saya bilang itunya ada bang. Saya juga tidak berani menelpon kalau tidak ada perintah suami,” kata Nurhayati. (Tim)