Sungaipenuh, AP – Belum seumur jagung, proyek penahan Tebing Sungai Bungkal, kecamatan Sungai Bungkal, bernilai ratusan juta, patah dan retak.
DPRD kota Sungaipenuh, menduga kuat adanya indikasi penyimpangan. Selain itu, dewan meminta agar penegak hukum turun tangan.
Ketua komisi III DPRD kota Sungaipenuh, Hardizal menduga kuat ada indikasi permainan. Sehingga, bangunan yang belum seumur jagung, sudah mengalami kerusakan.
“Kita menduga kuat ada indikasi penyimpangan, makanya kita meminta kepada penegak hukum yang turun tangan,” tegas Hardizal kepada Aksi Post.
Selain itu, dirinya juga dari awal sudah menduga banyak proyek di kota Sungaipenuh, yang tidak sesuai dengan bastek. “Sebagai wakil rakyat, kita sudah lakukan pengawasan, tapi pengawasan dari instansi dan pihak terkait tidak ada, bagaimana hasil bangunan akan baik,” Hardizal, balik bertanya.
Masih menyikapi, adanya proyek tebing penahan Sungai Batang bungkal yang jebol, di kelurahan Sungaipenuh, Hardizal, menyebutkan, ada indikasi permainan dan perencanaan yang tidak sesuai.
“Masa tebing setinggi lebih kurang 3 meter, opondasinya hanya satu meter, sementara lokasinya adalah kawasan rawan banjir, ya minimal pondasi setengah dari ketinggian tebing,” sebut dia.
Hardizal juga menduga adanya indikasi bangunan yang baru dibangun tersebut, kangkangi undang-undang nomor 18 tahun 1999, tentang jasa kontruksi.
Tidak jauh berbeda, anggota DPRD lainnya, M. Sanusi, menyebutkan, terkait hal ini, dirinya juga menduga kuat, telah terjadi penyimpangan. Pasalnya, saat dirinya meninjau eks lokasi kejadian, adanya besi yang tidak berkaitan, sehingga sangat mudah bergeser dan patah.
“Ada besi yang tidak melekat, karena adanya besi yang tidak diikat, seharusnya pakai besi tapi tidak dipakai besi, sehingga bergeser dan retak,” ungkap M. Sanusi.
Meskipun tanah timbunan yang longsor, sudah ditimbun kembali, namun, menurut dia, tidak cukup hanya ditimbun saja. “Tidak cukup hanya ditimbun,
Kalau memang ada besi yang tidak melekat, harus dipasang, bukan hanya dilakukan penimbunan saja,” ungkap dia.
Berkaitan dengan alasan bencana alam, penuturan M. Sanusi, Debit air masih belum melebihi kapasitas. Dirinya juga membandingkan kejadian banjir tahun lalu, yang melebihi kapasitas.
“Ini berkaitan dengan teknis, kita menduga kesalahan perencanaan, kalau alasan bencana alam, standarisasi bencana bagaimana, sementara debit air belum melewati tebing penahan,” beber dia.
Demikian kutipan undang-undang RI nomor 18 tahun 1999, tentang Jasa Konstruksi, Pasal 43. (1) Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.
(2) Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak.
(3) Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak. hen