Jakarta, AP – Kediaman Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Posisinya berada di belakang Kedutaan Besar Qata, kemarin, (06/02) ‘digeruduk’ oleh ratusan mahasiswa, massa sambal berteriak-teriak.
Menyikapi hal ini, SBY menanggapi melalui akun Twitter resminya @SBYudhoyono sekitar pukul 15.00 Wib, yang bertulisan, “Saudara-saudaraku yg mencintai hukum & keadilan, saat ini rumah saya di Kuningan “digrudug” ratusan orang. Mereka berteriak-teriak. *SBY, Senin (06/02).
SBY mempertanyakan kenapa polisi tidak memberi tahu dirinya soal ini. Dia mengatakan undang-undang tidak memperbolehkan adanya unjuk rasa di rumah pribadi.
“Kecuali negara sudah berubah, undang-undang tak bolehkan unjuk rasa di rumah pribadi. Polisi juga tidak memberitahu saya. *SBY*,” tulis SBY. Dia juga mengatakan, kemarin dia mendengar di Kompleks Pramuka Cibubur ada provokasi dan agitasi terhadap mahasiswa untuk menangkap dirinya.
“Saya bertanya kpd Bapak Presiden & Kapolri, apakah saya tidak memiliki hak utk tinggal di negeri sendiri, dgn hak asasi yg saya miliki? *SBY*,” tulis SBY. “Saya hanya meminta keadilan. Soal keselamatan jiwa saya, sepenuhnya saya serahkan kpd Allah Swt. *SBY*,” sambungnya.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Roy Suryo mengatakan hal tersebut tidak elok dan harus segera diselidiki oleh pihak kepolisian.
“Menurut saya, itu pelanggaran. Apalagi sejumlah massa itu massa yang mana. Kalau ada case yang memang sudah terindikasikan, cari tahu siapa otak di balik mereka,” ujar Roy.
Roy menjelaskan pihak kepolisian harus mengusut tuntas siapa penggerak dan tujuan aksi itu. Pihak tersebut harus segera diproses secara hukum.
“Menurut saya, sangat tidak elok. Dan Polri harusnya juga objektif dengan ini. Siapa yang memprovokasi mereka tadi malam, siapa yang menggerakkan mereka dan kalau dia adalah anggota suatu organisasi, tertentu ya harus diproses,” kata Roy.
Juru bicara DPP Partai Demokrat, Rachland Nasidik, menyesalkan aksi tersebut dan mempertanyakan aktor politik di belakangnya. “Menyesalkan aksi unjuk rasa ke kediaman presiden keenam RI yang dilindungi UU seperti berlaku pada Presiden-presiden RI yang lain. Padahal, apabila mahasiswa bermaksud melakukan protes, aksi bisa dilakukan di kantor DPP Partai Demokrat. Kami terbuka pada dialog dan mengakui unjuk rasa damai adalah hak konstitusional kita semua,” kata Rachland Nasidik.
Demokrat menyebut aparat penegak hukum terlambat dan gagal mencegah kedatangan massa ke kediaman SBY. Padahal sudah ada informasi yang beredar di media sosial.
“Infonya, pelaku demo adalah mahasiswa yang melakukan pertemuan di Cibubur di mana Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki dan Antasari Azhar hadir memberi pengarahan,” papar Rachland.
“Apakah kelambanan aparat hukum dan kegagalannya mengambil tindakan preventif tersebut adalah buah dari inkompetensi atau kesengajaan membiarkan? Apakah polisi unable atau unwilling menjalankan tugasnya melindungi presiden keenam RI? Kapolri perlu memberi penjelasan,” sambungnya.
Demokrat meminta para mahasiswa menjaga diri dan lebih berhati-hati agar tidak terseret ke politik partisan. Rachland juga mengecam aktor politik di belakang aksi ini.
“Mengecam siapa pun aktor politik yang menipu dan memanipulasi para mahasiswa demi kepentingan dan tujuan politik jangka pendek. Adalah fakta bahwa sebagian besar mahasiswa yang diajak berdemo tadi tidak mengetahui bahwa rumah yang mereka datangi adalah kediaman presiden keenam RI,” ungkap Rachland.
Sebelumnya, polisi menyatakan penggeruduk tersebut merupakan mahasiswa. Aksi para mahasiswa itu kemudian dibubarkan.
“Iya tadi ada massa dari mahasiswa yang datang, sudah kami bubarkan karena tidak ada pemberitahuan untuk aksinya,” ujar Kapolres Jaksel Kombes Iwan Kurniawan.
Menurut Iwan, massa mahasiswa tersebut adalah mahasiswa yang selesai mengikuti kegiatan Jambore di Cibubur, Jakarta Timur. Ada sekitar 300 mahasiswa yang berdemo di depan rumah SBY tersebut.
Polisi Amankan Mobil Massa yang Geruduk Rumah SBY “Kita amankan ada 1 unit mobil Terrano yang dibawa massa, isinya ada nasi bungkus,” ujar Kapolres.
Namun tidak ada peserta aksi yang sempat diamankan oleh aparat polisi. Para mahasiswa sudah lebih dulu membubarkan diri.
“Mahasiswa nggak ada (yang diamankan), mereka sudah bubar semua,” imbuh Iwan.
Aksi tersebut tidak berlangsung lama. Soal tuntutan massa, Iwan mengaku tidak begitu memahami karena apa yang dituntut seharusnya tidak ditujukan ke rumah SBY.
“Massa dari acara Jambore, kan ada acara dari tanggal 4-6, diikuti 3 ribu mahasiswa. Isinya (tuntutan aksi) melawan isu SARA, melawan ketidakadilanlah, tujuannya ke mana nggak jelas juga,” jelas Iwan.
“Saya juga nggak paham kenapa mereka demonya ke sini,” lanjut Iwan.
Massa sempat melakukan perlawanan saat polisi berupaya melakukan pembubaran. Namun saat ini situasi sudah kondusif dan tidak ada perusakan dalam demonstrasi tersebut.
“Sudah dibubarkan. Tadi hampir 300 orang. Nggak ada perusakan, hanya orasi dan tidak ada pemberitahuan,” tandasnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto memastikan bahwa sebagai mantan Presiden, SBY tetap mendapatkan pengamanan dari Paspampres (Pasukan Pengamanan Presiden). “Oh ya tetap (Paspampres),” kata Wiranto.
Menurut Wiranto, ada Grup D Paspampres yang mengamankan Presiden dan Wakil Presiden terdahulu. Landasan hukumnya adalah Peraturan Pemerintah No 59 tahun 2013 tentang Pengamanan Presiden dan Wakil Presiden, Mantan Presiden dan Wakil Presiden beserta Keluarganya serta Tamu Negara Setingkat Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan.
“Kan grupnya (Grup D Paspampres) ada. Grupnya ada, orangnya ada. Kadang hal-hal yang situasional diatasi. Begitu saja kan,” kata Wiranto.
Menurutnya, operasionalisasi personel Paspapampres tetap berjalan sesuai aturan. Bila ada penyimpangan terkait pengamanan, maka tentu itu perlu diatasi pula.
“Semuanya kan bisa berjalan sesuai dengan rel, ya. Penyimpangan diatasi, ada kelainan diselesaikan. Begitu saja,” ujarnya.
Terkait cuitan SBY tersebut, Wiranto mengatakan bahwa tugas polisi untuk mengamankan. “Oh, lapor polisi saja. Polisi yang menangani,” kata Wiranto.
Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Chrisma Albandjar menegaskan pihaknya menolak disangkutpautkan dengan insiden ataupun demonstrasi yang dilakukan di depan kediaman Mantan Presiden SBY.
“Kami menyesalkan Pernyataan Pers dari DPP Partai Demokrat yang memberi kesan seolah-olah ada hubungan antara kehadiran Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki di acara Jambore Mahasiswa Indonesia dan demonstrasi di depan kediaman mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” kata Chrisma Albandjar dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta.
Ia menegaskan bahwa kehadiran Kepala Staf Kepresidenan pada acara Jambore Nasional Mahasiswa Indonesia di Bumi Perkemahan Cibubur pada 5 Februari 2017 adalah atas undangan Panitia Jambore.
Pada acara tersebut, sebut Chrisma, Teten Masduki menyampaikan materi mengenai upaya menjaga NKRI.
Beberapa hal yang disampaikan di antaranya bahwa untuk menjaga NKRI seluruh pihak harus terus menjaga toleransi terhadap keberagaman sesama warga.
Selain toleransi, semua warga di Indonesia juga harus merasakan pembangunan, dari Jawa sentris ke Indonesia sentris, termasuk mereka yang di daerah terpencil, perbatasan dan pulau terdepan.
“Kepala Staf Kepresidenan juga menjelaskan bahwa kita harus punya kemampuan kompetisi dalam persaingan dalam menarik mendapatkan investasi, perdagangan dan pasar tenaga kerja. Karena itu peningkatan pendidikan, pembangunan infrastruktur dan kemudahan usaha harus dilakukan,” katanya.
Pada kesempatan itu, kata Chrisma, Teten juga menjelaskan kepada para mahasiswa yang hadir terkait penyelesaian masalah kesenjangan ekonomi dan sosial.
Solusi dari persoalan itu, menurut Teten, yakni masyarakat harus mendapatkan akses yang sama dalam hal hasil pembangunan termasuk akses terhadap informasi, permodalan dan lahan, pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Dalam sesi dialog, kata Chrisma, mahasiswa juga menyampaikan kritik kepada Pemerintah tentang transparansi dana desa, HAM masa lalu, masalah investasi asing, Papua, masalah listrik dan pendidikan.
Dalam kesempatan itu, Teten sekaligus mengajak mahasiswa untuk turun ke desa guna memastikan program-program di desa berjalan dengan baik untuk kemajuan desa, kata Chrisma. Dtc/ant