Beberapa kelompok Orang Rimba di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun, Provinsi Jambi berharap mendapatkan imunisasi dari pemerintah setempat, menyusul mewabah penyakit campak di kalangan mereka.
“Banyak warga kami yang sakit campak, dan lari keluar rimba untuk mencari pengobatan,” kata salah satu pimpinan Orang Rimba Kelompok Terap Kabupaten Batanghari Menti Ngelembo, di Batanghari, Minggu (26/02).
Wabah campak yang menyerang puluhan Orang Rimba telah menyebabkan permukiman Orang Rimba di Terap di pinggir Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) Kecamatan Bathin XXIV, Batanghari menjadi lengang.
Dia menyebutkan, dari 166 KK Orang Rimba yang tinggal di wilayah itu, sudah sepertiganya berada di luar rimba untuk berobat, hanya tinggal sekitar 20 KK saja di dalam yang masih belum terkena campak.
Orang Rimba yang masih tingal di dalam itu berharap ada bantuan untuk mencegah penularan penyakit yang mewabah pada kelompok Orang Rimba tersebut.
“Kami dengar campak ini bisa dicegah dengan imunisasi, kalau orang desa dapat imunisasi, kenapa kami Orang Rimba tidak dapat diimunisasi,” kata Ngelembo lagi.
Diharapkannya pemerintah tergerak untuk mengunjungi dan memberikan imunisasi kepada Orang Rimba lainnya yang belum terkena wabah campak.
Apalagi penyakit yang mewabah itu menyebabkan dampak lain kepada anggota kelompok orang rimba, yaitu mereka kesulitan untuk mencari bahan pangan. “Kami sibuk membawa yang sakit keluar rimba untuk berobat ke rumah sakit, tidak punya waktu untuk bekerja dan mencari buruan, kami kesulitan mendapatkan bahan pangan,” katanya pula.
Dia sangat berharap ada penanganan yang dilakukan untuk Orang Rimba, seperti pemberian imunisasi sehingga tidak lagi mereka disibukkan dengan perkara penyakit yang sangat mudah mewabah.
Begitu juga untuk penyakit lainnya yang sangat mudah menimpa orang rimba juga diharapkan bisa ditangani oleh pemerintah. Menurut Ngelembo, membawa Orang Rimba berobat keluar butuh perjuangan berat, apalagi pada musim hujan ini, mengingat kondisi jalanan penuh dengan lumpur sehingga mobil sangat sulit masuk ke kawasan mereka.
Terkadang warga yang sakit itu terpaksa dilansir dulu baik dengan berjalan kaki atau pun menggunakan motor. “Kalau dulu kami naik motor, tapi sekarang motor harus didorong dan dipanggul, sehingga orang yang sakit semakin parah sakitnya dengan kondisi yang seperti ini,” ujarnya lagi.
Asisten Program Pemberdayaan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI Ade Chandra mengatakan, selain mengevakuasi Orang Rimba penderita campak ke rumah sakit, WARSI yang selama ini aktif melakukan pendampingan juga sudah mengkomunikasikan wabah yang dialami Orang Rimba ke instansi terkait.
Salah satunya ke Dinas Kesehatan Kabupaten Batanghari. “Kami sudah sampaikan persoalan Orang Rimba ke Dinas Kesehatan, kepala dinasnya menjanjikan untuk membuat posko kesehatan di shelter Terap kerja sama WARSI dan Puskesmas Bathin XXIV untuk mengatasi kondisi darurat wabah pada Orang Rimba itu,” kata Ade.
Sedangkan untuk jangka panjang, kata Ade lagi, Dinkes setempat menjanjikan akan menempatkan tenaga medis di shelter sehingga orang Rimba lebih mudah untuk menjangkau layanan kesehatan.
“Kami harapkan janji dinas ini benar-benar bisa direalisasikan, sehingga bisa mengatasi masalah yang dihadapi Orang Rimba saat ini,” kata Ade menambahkan.
Berdasarkan catatan WARSI, sebanyak 47 Orang Rimba Kelompok Terap di kawasan hutan Kabupaten Batanghari dan Kelompok Sepintun di Kabupaten Sarolangun itu positif terserang penyakit campak, dan 26 orang di antaranya masih dalam perawatan medis.
Mereka yang dirawat tersebar di Rumah Sakit Haji Abdul Madjid Batoe Muarabulian sebanyak 17 pasien, di Rumah Sakit Chatib Quswain Sarolangun sebanyak delapan pasien, dan di Rumah Sakit Raden Mattaher satu pasien.