Jakarta, AP – Direktur Utama Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fahmi Idris memaparkan beberapa opsi yang direncanakan untuk menanggulangi permasalahan defisit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Fahmi di Jakarta, Kamis (30/03), menjabarkan dua hal yang sangat memungkinkan untuk jadi solusi penanggulangan defisit ialah kontribusi pemerintah daerah dalam pembagian pembiayaan program JKN.
“Ada ‘cost sharing’ oleh pemda. Tapi nanti kita bahas dulu skemanya seperti apa, misalnya ada cukai rokok yang dibagi ke daerah,” kata Fahmi.
Dia memaparkan berdasarkan pembahasan dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang diikuti oleh Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan BPJS Kesehatan, disebutkan bahwa cukai rokok yang dibagi ke pemerintah daerah tidak terserap dengan sempurna.
Selain itu dijabarkan pula adanya sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) yang tidak terserap sempurna di daerah.
Anggaran yang tidak terserap dalam kedua pos tersebut rencananya akan digunakan sebagai dana program JKN apabila terjadi defisit.
Usulan lain akan diterapkan juga penerapan pembagian pembiayaan layanan kesehatan bagi peserta JKN yang menggunakan klaim BPJS Kesehatan yang tidak sesuai dengan indikasi medis.
Fahmi menjelaskan tidak sedikit peserta JKN yang mengklaim biaya operasi persalinan cesar pada tanggal-tanggal tertentu. “17 Agustus kok jadi ramai operasi sesar, 1 Januari jadi ramai,” jelas Fahmi.
Fahmi juga menjabarkan defisit dana JKN dikarenakan permasalahan fundamental yaitu iuran peserta yang tidak sesuai dengan hitungan aktuaria.
“Iuran belum sesuai hitungan aktuaria. Iuran untuk orang miskin atau tidak mampu mestinya Rp36 ribu, diputuskan Rp23 ribu oleh pemerintah. Artinya per orang minus Rp13 ribu,” jelas Fahmi.
Defisit iuran per orang juga terjadi pada iuran pekerja mandiri yang harusnya hitungan aktuaria untuk kelas tiga sebesar Rp.53 ribu, diputuskan Rp23.500. Untuk iuran kelas dua ditetapkan Rp51 ribu yang seharusnya Rp.63 ribu per orang.
Fahmi menjelaskan pemerintah masih membahas apakah nantinya akan ada penyesuaian untuk iuran program JKN dengan mengikuti hitungan aktuaria yang sudah ada untuk menghindari defisit.
Dia berharap pembahasan rencana penanggulangan defisit program JKN bisa mengurangi beban defisit hingga menjadi surplus.
“Harus surplus, bukan hanya jadi nol. Karena prinsip jaminan sosial harus ada dana cadangan teknis yang dialokasikan untuk persiapan tiba-tiba ada masalah keuangan negara,” kata Fahmi.
BPJS Kesehatan mengalami defisit keuangan pada 2016 sebesar Rp6,8 triliun dikarenakan ketidaksesuaian iuran yang dibayarkan dengan besaran nilai klaim masyarakat. Ant