Jambi, AP – Dinas Perkebunan Provinsi Jambi mengungkapkan saat ini seluas 63.000 hektare kebun kelapa sawit di daerah itu tidak produktif karena usianya sudah tua sehingga perlu peremajaan “Usia rata-rata pohon kelapa sawit di areal 63.000 hektare itu sudah 25 tahun ke atas, jadi tandan buah segar yang dihasilkan dari batang tidak banyak lagi,” kata Kepala Bidang Pengembangan dan Penyuluhan Perkebunan Disbun Provinsi Jambi, Pancapria, Minggu (02/04).
Rata-rata kebun sawit milik petani plasma di daerah itu usianya telah mencapai 25 tahun atau yang ditanam pada program transmigrasi tahun 1990-an.
Panca mengatakan hasil pendataanya sejak tahun 2005 total luas kebun kelapa sawit di Jambi mencapai 689.966 hektare, namun 63.000 hektar di antaranya yang harus segera diremajakan tersebut kebanyakan adalah perkebunan masyarakat yang bermitra dengan perusahaan atau perkebunan plasma, sementara untuk perkebunan swadaya masyarakat hanya 1.800 hektare.
Untuk kawasan kebun kelapa sawit yang telah memasuki masa peremajaan itu, kata dia, berada di Kabupaten Tanujungjabung Barat, Muarojambi, Merangin, Sarolangun, Batanghari dan beberapa daerah lainnya.
“Sejak tahun 2005 dalam perjalanannya belum ada aturannya, sehingga Pemprov Jambi telah mengambil langkah-langkah antara lain dengan mengembangkan satu juta benih kelapa sawit subsidi yang diberikan kepada petani,” katanya.
Program peremajaan itu sesuai dengan acuan yang dikeluarkan Ditjen Perkebunan dan dibutuhkan dana tidak sedikit di mana setiap hektare lahan membutuhkan dana Rp61,5 juta, sehingga banyak petani yang sulit mendapatkan dana.
Dalam menjalankan program peremajaan sawit tersebut, pemerintah dalam hal ini Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) memberikan akses pendanaan untuk biaya peremajaan yang bersumber dari dana pungutan ekspor CPO.
“Dalam program peremajaan sawit itu, BPDP-KS memberikan bantuan pendanaan Rp25 juta per hektare kepada petani, namun sejak dua tahun ini untuk pendanaan dari BPDP-KS tersebut belum ada realisasi di Jambi,” katanya Panca.
Belum terealisasinya petani dalam mengakses dana replanting dari BPDP-KS tersebut, lanjut Panca, karena petani kesulitan terkait dengan legalitas lahan yang akan diremajakan karena harus dengan menunjukan sertifikat lahan.
“Tentu legalitas lahan itu ditunjukkan dengan bukti sertifikat, sementara saat ini kendalanya kebanyakan sertifikat kebun petani itu sebagian sudah ada di bank, sehingga nanti diharapkan ada mekanisme dan skema lain dari pemerintah,” katanya. ant