Jambi, AP – KPK harus menetapkan status tersangka atas 14 anggota DPR RI yang mengembalikan uang korupsi E-KTP, bukan malah menganggap mereka telah membantu penegakan hukum dan memiliki itikad baik.
Direktur Eksekutif Indonesia Law Enforcement Watch (ILEW), Iwan Sumule, menjelaskan isi UU 20/2001 Pasal 12C ayat (2). Isinya, “penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima”.
Sementara, 14 anggota DPR RI yang mengembalikan uang gratifikasi dugaan korupsi E-KTP telah melewati batas waktu 30 hari sejak diterima. Jadi, gratifikasi tersebut sudah menjadi tindak pidana korupsi (suap).
“Dengan demikian, 14 anggota DPR RI yang mengembalikan uang ke KPK seharusnya sudah ditetapkan menjadi tersangka korupsi proyek E-KTP,” jelas Iwan.
Dan semakin aneh di matanya karena KPK malah merasa bahaya kalau mengungkap nama 14 anggota DPR RI yang mengembalikan uang suap korupsi proyek E-KTP.
“Mereka yang mengembalikan uang itu harus segera ditetapkan tersangka, bukan malah disembunyikan,” tegas Iwan lagi.
Karena mereka tidak ditetapkan sebagai tersangka, jelas Iwan, KPK kembali melakukan pelanggaran terhadap pelaksanaan UU tindak pidana korupsi.
Dia meminta hal ini juga menjadi pertimbangan Pansus Angket KPK dalam mengevaluasi kinerja KPK dalam pelaksanaan UU.
Pada Maret lalu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, bahaya jika KPK menyebut nama 14 anggota DPR yang mengembalikan uang korupsi E-KTP dengan dalih mereka sudah membantu KPK dan punya itikad baik.
“Bahaya juga kalau disebutin namanya. Siapa yang akan menjamin keselamatannya?” ujar Laode kepada wartawan di Sleman, Senin 20 Maret lalu.
Beberapa hari lalu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga meminta KPK mengungkap sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus E-KTP yang telah menelan anggaran Rp 5,9 triliun dan diduga telah merugikan negara sebesar 2,3 triliun.
Kejanggalan itu adalah mengenai pihak-pihak yang mengembalikan uang hasil korupsi ke KPK. Fahri menilai KPK tidak secara gamblang mengungkap nama-nama ini.
“Dalam kasus E-KTP, KPK harus menjelaskan siapa yang mengembalikan uang? Kenapa mereka dilindungi? Kenapa ada diskriminasi?” gugat Fahri lewat akun Twitter @Fahrihamzah, Kamis (29/6).
Dijelaskan Fahri bahwa anggota DPR yang ikut mengembalikan uang harus dipublikasi oleh KPK agar ada langkah strategis yang bisa dilakukan Dewan. Pasalnya, sesuai kode etik Dewan, anggota yang mengembalikan uang bisa diduga terlibat dalam korupsi E-KTP dan layak dipecat Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Sementara itu, sejauh ini para anggota dan mantan anggota DPR yang pernah disebut dalam dakwaan jaksa karena dianggap menerima uang E-KTP adalah Anas Urbaningrum, Melcias Marchus Mekeng, Olly Dondokambey, Tamsil Linrung, Mirwan Amir, Arif Wibowo, Chaeruman Harahap, Ganjar Pranowo, Agun Gunandjar Sudarsa, (almarhum) Mustokoweni dan (almarhum) Ignatius Mulyono.
Kemudian Taufiq Effendi, Teguh Juwarno, Miryam S Haryani, Rindoko, Nu’man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramain, Djamal Aziz, Jazuli Juwaini, Markus Nari, Yasonna Laoly, Khatibul Umam Wiranu, M Jafar Hafsah dan Ade Komarudin. rmol