Terkait Program Bandwidth Diskominfo Tanjabbar Disalahgunakan
Kualatungkal, AP – Terkait dugaan adanya penyelewengan angaran Program Bandwidht atau biasa dikenal bit per second (BPS) yang ada di Dinas Komunikasi dan informasi (Kominfo) Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar), Kadis Kominfo pilih hindari awak Media.
Pasalnya, saat disambangi dikantornya, guna mengkonfirmasi kebenaran informasi tersebut, Kepala Dinas (Kadis) Kominfo H. Taharudin terkesan tak ingin menjumpai awak media.
“Bapak tidak masuk kerja, beliau lagi sakit,” cetus salah satu staf Diskominfo Tanjabbar saat ditanya awak media kemarin, Senin (04/09).
Bahkan impormasi yang berhasil dirangkum, terkait dugaan tersebut sudah diselidiki oleh pihak kepolisian Tanjabbar. Namun sayangnya media belum bisa mengkonfirmasi kedua belah pihak.
Diberitakan sebelumnya, program bandwidth yang menelan anggaran mencapai Rp 780 juta pertahun terkesan disalahgunakan oleh oknum pegawai di Diskominfo Tanjabbar untuk mencari keuntungan pribadi.
Dengan banyak didapati pemasang jaringan wifi tersebut ke lokasi tertentu diluar instansi pemerintah. Yang lebih mencengangkan pelangan tertentu mengharuskan melakukan pembayar biaya pemasangan maupun biaya bulanan.
Bandwidht yang dipasang oleh Diskominfo sebesar 70 mega dengan biaya bulanan sebesar Rp 65 juta yang disetor ke perusahaan gas. Sayangnya, tidak diketahui jumlah pasti dan dimana saja lokasi wi-fi yang terpasang sehingga menimbulkan kecurigaan bahwa bandwidht ini dikomersilkan dipasang ketempat-tempat warga.
Menurut salah satu pemesan asal kota Kualatungkal, dirinya memang memasang jaringan wifi yang namun dikenakan biaya pemasangan dan bahkan dikenakan biaya bulanannya juga.
“Setiap bulan saya mesti bayar Rp 1 juta ke oknum pegawai Kominfo,” ujarnya seraya meminta namanya tidak disebutkan.
Selain itu ada juga warga lainnya mencoba memasang jaringan wi-fi yang terkoneksi program bandwidht kominfo dengan diminta dana sebesar Rp 3 juta untuk administrasi awal.
“Saya tidak jadi karena terlalu mahal, padahal kalau kita membeli alatnya cuma Rp 1 juta,” beber warga yang merasa curiga dengan oknum dari Diskominfo karena harus menyediakan dana yang cukup besar. her