Jambi, AP – Selama ini markas TNI selalu identik angker dan ditakuti oleh warga sipil. Namun, tidak demikian dengan 19 orang komunitas anak punk yang diamankan anggota Satpol PP dan Dinas Sosial, Kota Jambi beberapa waktu lalu, mereka terlihat akrab dengan anggota TNI, terutama dari kesatuan Yonif Rider 142/Ksatria Jaya.
Hal ini terungkap saat anak punk tersebut berlatih dalam pasukan baris berbaris (PBB) di lapangan dalam Mayonif Rider 142/KJ di kawasan Kasang, Jambi Timur, Kota Jambi.
Mereka terlihat menikmati apa yang diinstruksikan pelatihnya. Dengan memakai pakaian loreng dengan memanggul senjata api asli TNI laras panjang, mereka sudah seperti pasukan khusus yang dibina oleh anggota Batalyon Rider 142/Ksatria Jaya.
Diakui Danyonif Rider 142/KJ Letkol Inf Riyandi, mulanya pesimis bisa membuat mereka kembali ke lingkungan yang normal dan diterima masyarakat. Karena mereka tidak jera, meski berulang kali ditangkap petugas.
Tetapi, karena keprihatinannya melihat mereka salah bergaul dan tidak ada tempat curhat yang tepat membuat Danyonif Rider menerima tanggungjawab yang dibebankan dari Dinas Sosial, Kota Jambi.
Menurut Danyonif Rider, untuk merubah cara berpikir mereka, yang perlu diperbaiki pertama kali adalah mental mereka, baru dibina dengan tiga hal, yakni rohani, disiplin dan fisik.
“Ketiga hal ini diharapkan bisa meningkatkan tingkat religius yang tinggi, tingkat disiplin yang bertanggungjawab pada diri sendiri dan memiliki fisik yang sehat dan kuat,” tegas Riyandi, usai memberikan pengarahan kepada anak punk, akhir pekan ini.
Selama sepekan digembleng di “Kawah Candradimuka” Batalyon Rider 142/KJ, mereka sudah terbiasa bangun pukul 03.00 WIB untuk memulai aktifitasnya.
“Pukul 03.00 pagi, mereka sudah bangun untuk mengerjakan sholat tahajud dan diteruskan zikir, siraman rohani hingga sholat subuh,” ujar Danyonif.
Kemudian, usai sarapan pagi dilanjutkan dengan apel pagi untuk penanaman kedisiplinan. Pada siang harinya, usai makan siang dan sholat dzuhur dilanjutkan konseling psikologi dan siraman rohani lagi.
“Malam harinya, mereka belajar mengaji Alquran. Ini kita lakukan dalam rangka membentuk pribadi mereka yang lebih baik lagi. Jadi jika ada orang yang menganggap kami telah melanggar HAM kepada mereka. Itu tidak betul,” tandas Riyandi.
Dihadapan Danyonif, mereka mengaku salah bergaul dan salah langkah. “Alhamdulillah, mereka menyadari kesalahan yang pernah diperbuatnya dan bersedia memperbaikinya dan tidak ingin kembali ke komunitas anak punk lagi.”
Seperti yang diakui Rudi, warga Kota Jambi yang sudah lima tahun bergabung di komunitas punk ini. Dia dan teman-temannya sangat kaget bercampur takut dan ngeri masuk dilingkungan tentara yang notabenenya angker dan kasar dalam bertindak.
Namun, setelah mendapatkan konseling dan pengarahan dari Danyonif anggapan tersebut sirna dan berganti dengan rasa ikhlas.
“Saya terima dengan ikhlas, ambil yang positifnya dan dari pengalaman. Selama kami disini tidak ada sama sekali kekerasan fisik yang kami alami. Justru kami rajin ibadah, sholat, mengaji, disiplin dan belajar tepat waktu,” kata pemuda 24 tahun ini.
Rencananya, usai digembleng di batalion ini, Rudi dan rekan-rekannya akan kembali ke orang tua masing-masing untuk berbakti.
“Saya ingin membuat bangga orang tua, agama dan bangsa dengan berbuat lebih baik lagi dengan membuka lembaran baru lahir,” harapnya. (Budi)