Jambi, AP – Tiga terdakwa suap pengesahan atau uang ketok palu APBD 2018 Provinsi Jambi digelar di Pengadilan Tikor Jambi dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa penuntut umum KPK dihadapan majelis hakim diketuai Badrun Zaini.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), Feby Dwiyantospendy diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Jambi, Rabu (14/02), membacakan satu persatu surat dakwaan ketiga terdakwa yakni Syaifuddi Assiten I Pemprov Jambi, Arpan (Plt Kadis PUPR Provinsi Jambi dan Plt Sekda Provinsi Jambi, Erwan Malik yang didakwa dalam kasus suap pengesahan APBD Jambi 2018.
Dalam dakwaan jaksa, terungkap ketiganya telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi uang tunai sejumlah Rp3,4 miliar kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019.
Kemudian dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu agar anggota DPRD Provinsi Jambi memperlancar pembahasan dan menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2018 menjadi Peraturan Daerah (PERDA) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2018.
Kasus itu bermula dari 21 Agustus 2017, Zumi Zola Zulkifli selaku Gubernur Provinsi Jambi menyampaikan Nota Pengantar Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Rancangan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD Tahun Anggaran 2018 kepada DPRD Provinsi Jambi.
Untuk memperlancar pembahasan Raperda APBD 2018, sehingga disetujui seluruh anggota dewan Jambi menjadi Perda APBD 2018 maka ketiga terdakwa Erwan Malik selaku Pelaksana Tugas Sekda Provinsi Jambi dan ARFAN selaku Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi Jambi mengadakan pertemuan dengan Cornelis Buston di ruang kerjanya.
Dalam pertemuan itu dewan menyampaikan adanya permintaan ‘uang ketok palu’ untuk anggota DPRD Provinsi Jambi guna persetujuan Raperda APBD Provinsi Jambi 2018 menjadi Perda APBD Provinsi Jambi 2018, namun pada saat itu terdakwa Erwan dan Arfan belum dapat menyanggupinya dikarenakan status jabatan mereka hanya sebagai Pelaksana Tugas (Plt).
Kemudian dalam pertemuan dibahas mengenai nilai uang yang akan diberikan oleh pihak eksekutif atau Pemerintah Provinsi Jambi kepada anggota DPRD Provinsi Jambi, yang disepakati oleh masing-masing anggota DPRD Provinsi Jambi akan menerima uang sebesar Rp100 juta untuk persetujuan Raperda APBD Provinsi Jambi 2018 menjadi Perda APBD Provinsi Jambi 2018.
Feby juga mengatakan, sedangkan untuk pimpinan DPRD tidak diberikan dalam bentuk uang tetapi diberikan dalam bentuk kegiatan proyek di pada 2018 dan ‘fee’ sebesar dua persen dari proyek multiyears jalan layang dalam kota Jambi pda 2018.
Menindaklanjuti permintaan uang ketok palu dari anggota, terdakwa melaporkannya kepada Gubernur Jambi dan memerintahkan terdakwa Erwan Malik untuk berkoordinasi dengan Asrul Pandapotan Sihotang yang merupakan orang kepercayaan gubernur.
“Setelah pertemuan dengan Asrul terdakwa bersama Arfan menemui Cornelis Buston di ruang kerjanya dan menyampaikan bahwa ‘uang ketok palu’ untuk anggota DPRD Provinsi Jambi terkait dengan persetujuan Raperda APBD Provinsi Jambi menjadi Perda APBD Provinsi Jambi 2018 yang akan segera diberikan,” kata Feby.
Total uang untuk siap yang harus disiapkan sebesar Rp5 miliar dimana para terdakwa mengumpulkannya dari SKPD sebesar Rp77 juta dan sisanya dari pengusaha yang mengerjakan proyek di Provinsi Jambi.
Pada Senin 27 November 2017 sekitar jam 10.00 Wib bertempat di rumah terdakwa Arfan di Kelurahan Paal Lima Kecamatan Kota Baru Kota Jambi, bertemu dengan Nusa Suryadi dan Ali Tonang alias Ahui dengan maksud untuk membicarakan uang tersebut dan diseujui Ahui dan diserahkan uang Rp5 miliar kemudian uang itu dibagikan ke anggota dewan.
Saat uang tersebut dibagikan ke anggota dewan melalui perwakilannya, tim KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan kepada ketiga terdakwa dengan uang barang bukti senilai Rp3,4 miliar pada November lalu.
Lebih Lanjut, dalam surat dakwaan KPK, Gubernur Jambi Zumi Zola Zulkifli disebut menyetujui “uang ketok” yang diberikan untuk para anggota DPRD Jambi agar menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) menjadi Perda APBD Jambi 2018.
“Dalam pertemuan di Grand Indonesia itu, Asrul Pandapotan Sihotang menyampaikan bahwa terkait dengan permintaan ‘uang ketok palu’ dari anggota DPRD Jambi dan permintaan proyek dari pimpinan DPRD Jambi, Zumi Zola telah menyetujuinya termasuk jabatan Plt. Sekda Jambi yang dijabat oleh Erwan Malik dan jabatan Plt. Kadis PUPR yang dijabat oleh Arfan tetap akan dipertahankan,” demikian tertulis dalam surat dakwaan yang dibacakan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jambi.
Ketiganya didakwa memberi uang tunai sejumlah Rp3,4 miliar kepada anggota DPRD Jambi 2014 s.d. 2019, antara lain, Cekman, Elhelwi, Parlagutan Nasution, M. Juber, Sufardi Nurzaim, Ismet Kahar, Tartiniah, Popriyanto, Tadjuddin Hasan, dan Supriyono agar anggota DPRD memperlancar pembahasan dan menyetujui ABPD 2018.
Pemberian itu diawali dengan permintaan Ketua DPRD Provinsi Jambi Cornelis Buston di ruang kerjanya menyampaikan kepada Erwan Malik dan Arfan ada permintaan “uang ketok palu” untuk anggota DPRD Jambi untuk persetujuan APBD Jambi 2018, tetapi Erwan dan Arfan belum dapat menyanggupi karena masih berstatus sebagai Plt.
Nilai uang yang disepakati adalah masing-masing anggota DPRD Provinsi Jambi menerima uang sebesar Rp200 juta dengan uang tanda jadi sebesar Rp50 juta s.d. 100 juta per anggota DPRD.
Untuk pimpinan DPRD, tidak diberikan dalam bentuk uang, tetapi diberikan dalam bentuk kegiatan proyek dan fee sebesar 2 persen dari proyek “multiyears” jalan layang dalam kota Jambi pada TA 2018.
Erwan Malik melaporkan kepada Gubernur Jambi Zumi Zola Zulkifli dan memerintahkan Erwan untuk berkoordinasi dengan Asrul Pandapotan Sihotang yang merupakan orang kepercayaan Zumi Zola.
Erwan dan Arfan lalu melaporkan persetujuan Zumi Zola itu kepada Cornelis Buston dan “uang ketok palu” akan diberikan pada tanggal 27 November 2017.
Pada tanggal 24 November, Erwan memerintahkan Arfan dan Saipudin untuk mencairkan uang sejumlah Rp5 miliar untuk diberikan kepada 50 anggota DPRD Jambi dengan nilai masing-masing Rp100 juta.
Saipudin lalu meminta uang dari dinas-dinas di Jambi seluruhnya terkumpul Rp77 juta sedangkan arfan meminta bantuan kepada kontraktor yang mendapat pekerjaan di dinas PUPR, yaitu Joe Fandy Yoeesman alias Asiang dan Ali Tonang alias Ahui dan disanggupi Ahui.
Erwan melaporkan hal itu kepada Zumi Zola dan meminta jaminan kepada pimpinan DPRD Jambi, termasuk Chumaidi Zaidi, agar anggota DPRD Provinsi Jambi menyetujui APBD Jambi 2018.
“Namun, Zumi Zola merasa khawatir dalam rapat paripurna Senin banyak fraksi di DPRD Provinsi Jambi menolar rancangan APBD sehingga akan membuat malu dan menjadi berita yang tidak bagus sehingga Erwa Malik akan bergerak sampai menjelang malam Senin agar fraksi-fraksi menyetujui RAPBD tersebut dan dijawab Zumi Zola ‘ya coba, coba, coba’,” kata jaksa KPK Trimulyono Hendradi.
Arfan dan Saipun lalu menemui Cornelis Buston, dilanjutkan menemui para ketua fraksi DPRD Jambi di antaranya Tadjuddin, Zainal Abidin, Nasri Umar, Effendi Hatta, Parlagutan Nasution, Cekman, dan Sufardi Nurzain untuk memastikan pengesahan APBD 2018 Setelah ada kepastian akan terjadi kuorum, Arfan, Saipudin, Wahyudi APdian Nizam, dan Dheny Ivantriesyana membahas perhitungan “uang ketok palu” yaitu 1. Fraksi Demokrat sejumlah delapan orang dan satu pimpinan jumlahnya Rp800 juta, namun jatah pimpinan belum dihitung. Uang diserahkan Saipudin.
- Fraksi Golkar sejumlah tujuh anggota dan dan satu pimpinan jumlahnya Rp700 juta. Namun, jatah pimpinan belum dihitung. Uang diserahkan Saipudin.
- Fraksi Restorasi Nurani (Hanura dan Nasdem) sejumlah tujuh orang, jumlahnya Rp700 juta. Uang diserahkan Wahyudi.
- Fraksi PKB sejumlah enam orang, jumlahnya Rp600 juta. Uang diserahkan Saipudin.
- Fraksi PDIP sejumlah enam orang dan satu pimpinan jumlahnya Rp600 juta. Namun, jatah pimpinan belum dihitung. Uang diserahkan Wahyudi.
- Fraksi Gerindra sejumlah lima orang dan satu pimpinan jumlahnya Rp500 juta. Namun, jatah pimpinan belum dihitung. Uang diserahkan Saipudin.
- Fraksi PPP sejumlah empat orang, jumlahnya Rp400 juta. Uang diserahkan Wahyudi.
- Fraksi PAN sejumlah empat orang, jumlahnya Rp400 juta. Uang diserahkan Wahyudi.
- Fraksi Bintang Keadilan (gabungan PKS dan Partai Bulan Bintang) sejumlah tiga orang anggota aktif, satu tidak aktif tetapi belum PAW, jumlahnya Rp300 juta. Uang diserahkan Wahyudi.
Pada hari Senin (27-11-2017) Ahui menyerahkan uang sebesar Rp5 miliar kepada Arfan yang diletakkan di mobil Mitsubishi Outlander milik Dheny. Penyerahan terjadi di Alfamart di daerah Simpang Ahok Kota Jambi. Uang dibagi-bagi di rumah Wasis Sudibyo ke dalam beberapa kantong plastik sesuai arahan Arfan dan Saipudin.
Uang lalu dibagi-baikan kepada perwakilan fraksi DPRD Jambi yaitu (1) sebesar Rp700 juta kepada Cekman untuk Fraksi Restorasi Nurani; (2) Uang sebesar Rp600 juta kepada Elhelwi untuk fraksi PDIP; (3) Uang sebesar Rp400 juta kepada Parlagutan Nasution untuk fraksi PPP; (4) Uang Rp700 juta kepada M Juber untuk fraksi Golkar; (5) Uang Rp600 juta kepada Dadjuddin Hasan untuk fraksi PKB.
Sisa yang belum diberikan yaitu sebesar Rp1,7 miliar untuk fraksi PAN (Rp400 juta), fraksi Demokrat (Rp800 juta) dan fraksi Gerindra (Rp500 juta) diberikan kepada Saipudin dan sisa Rp300 juta yang ada di rumah Wasis Sudibyo belum dibagikan Wahyudi untuk fraksi Bintang Keadilan.
Akhirnya uang untuk fraksi PAN diserahkan pada 28 November oleh Saipudin kepada Supriyono sebesar Rp400 juta dan masih tersisa Rp1,3 miliar untuk fraksi Demokrat dan Gerindra, namun sebelum uang diserahkan Saipudin, Arfan dan Erwan sudah ditangkap petugas KPK.
Atas perbuatannya, Erwan, Saipudin, dan Arfan disangkakan Pasal 5 Ayat 1 Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. Tim/ant