Jambi, AP – Deklarasi kampanye damai dua kandidat pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Jambi Abdullah Sani-Kemas Alfarizi dan Syarif Fasha-Maulana di bundaran Tugu Keris Siginjai di kawasan Kota Jambi, Minggu (18/02) dibacakan dihadapan masyarakat Jambi yang hadir.
Janji deklarasi kampanye damai dan berintegritas tidak hanya bagi calon Walikota dan Wakil Walikota saja, namun beserta tim kampanye dan para pendukung, dengan semangat persatuan dan persaudaraan mereka berjanji kepada masyarakat Jambi.
Dari lima poin yang yang menarik adalah di poin kelima, yakni siap terpilih dan tidak terpilih.
Slogan inilah yang menarik bagi Ketua Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi (Kopipede) Jambi Bahren Nurdin, MA.
Pasalnya, slogan yang selama ini diusung dalam berbagai perhelatan pemilihan kepala daerah dalam setiap pemilihan umum lainnya adalah ‘Siap Menang, Siap Kalah’.
“Slogan ini agaknya sudah harus dikaji ulang dengan berbagai pertimbangan kritis,” ujar akademisi UIN STS.
Menurutnya, kata ‘kalah’ dan ‘menang’ mengandung makna ‘pertarungan dan perlawanan’. Terjadi adu kuat dan kehebatan. “Siapa saja yang menang akan merasa jumawa, superior tak tertandingi. Semenatara yang kalah terhempas menjadi pecundang,” tutur Nurdin.
Baginya, ‘Kalah dan Menang’ juga mengisyaratkan perlawanan ‘men to men’ atau ‘people to people’. “Jika bukan saya atau kelompok saya (demi mencapai kemenangan) orang lain boleh dihabisi dengan cara apa saja. Karena targetnya adalah kemenangan, maka siapa pun yang menjadi lawan atau orang-orang yang berpotensi menghalangi kemenangan itu harus disingkirkan,” tandasnya.
Tunduk dan patuh terhadap perundang-undangan yang berlaku serta slogan “siap terpilih dan tidak terpilih” ini, kata dia, nampaknya sederhana tetapi sebenarnya memiliki makna yang luar biasa. Slogan ini diyakini dapat merubah pola pikir masyarakat akan proses pemilihan pemimpin di negeri ini.
Nurdin menambahkan, slogan ‘siap dipilih’ secara langsung akan menghindari pertarungan ‘men to men’ (orang dengan orang). Keputusan untuk ‘dipilih’ atau ‘tidak terpilih’ bukan semata urusan para peserta pemilu (calon) tapi ada pada rakyat.
“Jika begitu sangat jelas, ‘lawan’ para kandidat sebenarnya bukan calon lain tapi rakyat,” tukasnya.
Selanjutnya, ‘Lawan’ dalam arti yang perlu ‘ditaklukkan’ itu bukan lawan politiknya tapi adalah hati rakyat karena mereka yang akan menentukan pilihan.
“Maka dari itu, dengan mengusung slogan ini, para calon akan mengerahkan segala kekuatan yang ada untuk meyakinkan para pemilih untuk memilih dirinya. Dan sebaliknya, jika dia tidak terpilih itu bukan kehebatan pihak lawan, tapi kegagalan dirinya meyakinkan hati rakyat,” terangnya.
Nurdin menilai, jelas sekali bahwa tidak ada ‘permusuhan’ antara calon kepala daerah baik secara personal maupun secara kelompok karena kunci sukses mereka bukan pada kelemahan pihak lawan tapi keberhasilan mereka meyakinkan rakyat bahwa mereka layak dipilih.
Secara konstitusional, sambungnya, slogan “siap dipilih, siap tidak terpilih” juga merupakan perwujudan dari UU No. 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-undang, Pasal 109 ayat (1) Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih.
“Kata yang digunakan adalah ‘terpilih’ bukan ‘pemenang’,” tegas Nurdin. Budi