Jakarta, AP – Mantan Deputi Ketua Aset Manajemen Kredit Badan Penyehatan Perbankan Nasional (AMK BPPN) Mohammad Syahrial mengungkapkan bahwa mantan Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung sempat mengarahkan bahwa utang petambak sebesar Rp4,8 triliun bukan tanggungan Sjamsul Nursalim.
“Pada waktu itu arahan dari ketua (BPPN) bahwa berdasarkan implikasi dari rapat BPPN 21 Oktober dan 29 Oktober 2003 tidak dibebankan ke Sjamsul Nursalim, tidak mungkin kami deputi memberikan arahan satu sama lain,” kata Syahrial dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Syahrial bersaksi untuk terdakwa mantan Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung yang didakwa bersama-sama dengan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorojatun Kuntjoro-Jakti serta pemilik Bank Dagang Negara (BDNI) Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim melakukan dugaan korupsi penerbitan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham BDNI yang merugikan keuangan negara Rp4,58 triliun.
BDNI adalah salah satu bank yang dinyatakan tidak sehat dan harus ditutup saat krisis moneter pada 1998. BPPN menentukan Jumlah Kewajiban Pemegang Saham (JKPS) per 21 Agustus 1998 memiliki utang (kewajiban) sebesar Rp47,258 triliun.
Sedangkan aset yang dimiliki BDNI adalah sebesar Rp18,85 triliun termasuk di dalamnya utang Rp4,8 triliun kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM) milik Syamsul Nursalim. Dari jumlah Rp4,8 triliun itu, sejumlah Rp1,3 triliun dikategorikan sebagai utang yang dapat ditagihkan (sustainable debt) dan yang tidak dapat ditagihkan (unsustainable debt) sebear Rp3,5 triliun.
“Saat itu dipanggil para deputi kepala divisi pemegang saham obligor dan di situ diberikan arahan bahwa khusus AMK harus menindaklanjuti mengenai aset petambak, tapi unit kerja AMI (Aset Manajemen Investasi) diminta untuk melakukan semacam konfirmasi kepada Sjamsul Nurslaim apa benar Sjamsul sudah melakukan ‘disclosure’ mengenai aset petambak ini karena ini menjadi ‘trigger’ kalau sudah ‘di-disclose’ (diungkap) sebenarnya Rp4,8 triliun menjadi tanggung jawab petambak, jadi ‘unstainable debt’ itu bukan tanggung jawab Sjamsul Nursalim,” jelas Syahrial.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK I Wayan Riana membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Syahrial mengenai notulen rapat BPPN 21 Oktober 2003 yang intinya pertama, ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung menegaskan keputusannya kepada AMI bahwa aset PT DCD dan PT WM tidak dibebankan ke inti atau Sjamsul Nursalim; kedua, Ketua BPPN menugaskan AMK untuk melakukan verifikasi debitor plasma; ketiga Ketua BPPN menginstruksikan direktur hukum terhadap pendapat ketua BPPN; keempat Ernest and Young dimnta untuk melakukan FGD (Forum Group Discussion) fase ke-2 yang diperkirakan akan selesai 2 minggu setelah konfirmasi permasalahan utang petambak.
“Apakah BAP itu betul?” tanya Jaksa Wayan.
“Betul,” jawab Syafruddin.
“Terdakwa Syafruddin menegaskan putusan AMI bahwa aset PT DCD dan PT WM tidak dibebankan ke Sjamsul Nursalim?” tanya jaksa Wayan.
“Secara dokumen mengatakan demikian tapi saya tidak tahu apa yang melatarbelakangi karena itu unit kerja berbeda,” jawab Syarial.
“Dalam notulen ini disebutkan dari sisi AMI hanya melihat dari apakah potret permasalahan adanya penjaminan utang petambak sudah disampaikan kepada BPPN dalam ‘disclosure schedule’ atau tidak jika pemegang saham sudah menyampaikan hal tersebut kepada BPPN maka hal tersebut bukanlah merupakan misrepresentasi namun bila ternyata informasi terbut tidak disampaikan maka hal tersebut merupakan misreprsentasi dari pemegang saham, apakah demikian?” tanya jaksa Wayan.
“Tidak tahu harus ditanyakan ke AMI,” jawab Syahrial.