Jakarta, AP – Pakar pengembangan sumber daya manusia (SDM) Ary Ginanjar Agustian mengatakan Indonesia harus dapat mengutamakan industrialisasi yang berpegang kepada kemandirian dan nilai tambah dibandingkan mengutamakan perdagangan yang hanya untung sesaat.
“Cara berpikir kita saat ini bukan industri, tetapi masih pedagang yang berpikir jangka pendek atau hanya mengambil keuntungan sesaat,” kata Ary Ginanjar Agustian dalam acara peluncuran Insan Bisnis dan Industri Manufaktur Indonesia (Ibima) di Menara 165, Jakarta, Kamis (30/8).
Menurut dia, seharusnya yang diambil contoh adalah seperti Jepang pada era shogun, di mana kalangan yang paling dihormati selain bangsawan adalah para samurai yang menjunjung tinggi etika dan moral.
Kemudian, lanjutnya, yang dijunjung selanjutnya adalah petani sebagai penghasil pangan yang mencerminkan kemandirian bangsa, kemudian pengrajin, baru terakhir adalah pedagang.
“Mereka ingin menjadi bangsa yang industrialis yang ingin memberikan nilai tambah,” kata Ary Ginanjar.
Sedangkan di Barat, ia mengingatkan kisah pencipta pesawat terbang, Wright Bersaudara, yang awalnya hanya sebagai pembuat sepeda.
Tidak banyak diketahui bahwa sebenarnya Wright Bersaudara bisa lebih dahulu menciptakan pesawat yang sukses mengudara dibandingkan dengan sejumlah akademisi yang telah ditunjuk dan diberikan dana oleh pemerintah AS ketika itu untuk dapat mengembangkan moda pesawat terbang.
Menurut Ary, hal itu karena Wright Bersaudara memiliki motivasi dan tekad yang kuat untuk mengubah dunia dengan ciptaan mereka, sedangkan tim yang didukung pemerintah melakukannya hanya karena mendapatkan penugasan dan pendanaan dari pihak pemerintah.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia mempunyai keunggulan dalam upaya mengimplementasikan revolusi industri 4.0, yaitu sumber daya manusia (SDM), terlebih lagi dengan memiliki jumlah penduduk yang besar.
“Jadi, daya saing kita adalah human talent. Sedangkan, di China dengan kecepatan, Jerman dengan teknologi, serta Jepang dan Korea dengan skill,” kata Menperin melalui keterangannya di Jakarta, Rabu (15/8).
Menurut dia, kekuatan Indonesia itu akan dirasakan manfaatnya pada saat puncak bonus demografi sekitar 10 tahun mendatang, sehingga pemerintah saat ini fokus memacu kompetensi SDM Indonesia agar lebih berdaya saing global, termasuk di sektor industri.
Misalnya, tantangan yang harus dikuasai adalah pemanfaatan teknologi digital seperti internet of things, artificial intelligence, big data, dan robotics.
Di samping itu, generasi milenial juga perlu menguasai keterampilan bahasa Inggris, statistik dan koding. Ini sebagai solusi untuk bisa memasuki era ekonomi digital.
“Keilmuan, karakter, ke-Indonesiaan, dan globalisasi itu adalah empat pilar peran generasi muda dalam meningkatkan kualitas SDM Indonesia,” ucapnya. ant