Jambi, AP – Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi menyatakan komoditas inti, seperti biaya rumah sakit, bimbingan belajar, nasi dengan lauk, mi, ketupat/lontong sayur dan shampo menjadi penyumbang utama inflasi Agustus di daerah itu.
Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Jambi, Bayu Martanto di Jambi, Jumat, mengatakan Provinsi Jambi tercatat mengalami inflasi 0,07 persen (mtm) atau inflasi 3,48 persen (yoy) pada Agustus 2018.
“Inflasi Provinsi Jambi disumbangkan oleh Kota Jambi yang tercatat mengalami inflasi 0,08 persen (mtm) dengan inflasi tahunan sebesar 3,62 persen (yoy) dan Kabupaten Bungo dengan inflasi sebesar 0,03 persen (mtm) atau secara tahunan mengalami inflasi 2,26 persen (yoy),” kata Bayu.
Dijelaskannya, inflasi Kota Jambi pada Agustus 2018 terutama disebabkan oleh peningkatan harga komoditas inti dan administered price. Komoditas administered price yang menjadi penyumbang utama inflasi adalah angkutan udara dan bensin.
Sejalan dengan Kota Jambi, pada Agustus 2018 Kabupaten Bungo mengalami inflasi utamanya juga didorong oleh kelompok komoditas inti. Kelompok inti yang menjadi penyumbang utama inflasi diantaranya adalah nasi dengan lauk, makanan ringan/snack dan aktivitas sekolah menengah atas.
Mempertimbangkan perkembangan harga terkini serta proyeksi kebijakan penetapan harga oleh pemerintah maupun pelaku usaha, inflasi Provinsi Jambi pada September 2018 kata Bayu diperkirakan berada pada kisaran -0,37-0,03 persen (mtm) dengan inflasi tahunan pada kisaran 3,45-3,85 persen (yoy), atau masih berada dalam sasaran inflasi nasional 3,51 persen. Sedangkan deflasi utamanya akan didorong oleh penurunan harga komoditas “administered price” seiring turunnya permintaan jasa angkutan udara pascaperiode Idul Adha 1439 H.
“Beberapa kelompok bahan pangan bergejolak diperkirakan juga akan mengalami penurunan pada bulan September seiring meningkatnya pasokan tanaman hortikultura dan bumbu-bumbuan serta penyesuaian permintaan yang tidak setinggi pada periode Idul Adha bulan lalu,” katanya.
Ke depan, kata Bayu, risiko yang dapat menyebabkan tekanan inflasi lebih tinggi dari perkiraan (upside risk) antara lain adalah periode tahun ajaran baru perguruan tinggi yang jatuh pada akhir Agustus sampai dengan awal September.
“Diperkirakan akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan dan konsumsi masyarakat pada kelompok inti, utamanya pada komoditas biaya akademi/perguruan tinggi. Selain itu kenaikan harga bahan bakar non subsidi sejak tanggal 1 Juli lalu dapat menyebabkan meningkatnya pengeluaran masyarakat akibat naiknya harga komoditas bensin,” katanya.
Meningkatnya harga bensin lanjut Bayu juga disebabkan oleh kenaikan harga BBM nonsubsidi yang bertahap serta berkurangnya pasokan BBM bersubsidi di Jambi. ant