Jakarta, AP – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan uji materi Undang Undang 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Terorisme (UU Terorisme) yang diajukan oleh dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
“Amar putusan mengadili, menolak permohonan para pemohon,” kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, Selasa, (30/10).
Para pemohon sebelumnya mendalilkan bahwa frasa “radikal” dalam UU Terorisme telah mengubah paradigma masyarakat tentang frasa tersebut sehingga bermakna negatif.
Pemohon kemudian meminta Mahkamah untuk menjadikan frasa “kontra radikalisasi” menjadi “kontra radikalisasi terorisme”.
Terhadap dalil pemohon tersebut Mahkamah berpendapat bahwa secara kontekstual yang dimaksud dengan istilah “kontra radikalisasi” dan “deradikalisasi” dalam UU Terorisme adalah kontra radikalisasi dan deradikalisasi dalam tindak pidana terorisme.
“Bahwa tidak ditambahnya kata ‘terorisme’ di belakang frasa ‘kontra radikalisasi’ dan ‘deradikalisasi’ dalam UU a quo karena yang dimaksud oleh pembentuk undang undang sudah jelas, yakni mereka yang rentan dan telah terpapar paham radikal terorisme,” jelas Hakim Konstitusi Saldi Isra membacakan pertimbangan Mahkamah.
Dengan demikian Mahkamah berpendapat tanpa perlu menambahkan kata terorisme di belakang kedua istilah tersebut telah dengan sendirinya mencakup apa yang dikehendaki para pemohon.
“Sehingga secara tehnik perundang-undangan jika ditambahkan dengan kata ‘terorisme’ rumusan demikian justru menjadi berlebihan,” pungkas Saldi. ant