Jakarta, AP – Gerakan #BersihkanIndonesia mengingatkan pemerintah untuk menegaskan kembali komitmen agar beralih dari energi fosil ke energi bersih terbarukan yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat.
“Sangat penting juga bagi pemerintahan ke depan, agar tidak terjebak pada pilihan energi yang salah dan tidak aman seperti energi nuklir,” kata juru bicara #BersihkanIndonesia Roy Murtadho dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa, (05/03).
Terkait dengan debat ketiga Pilpres pada 17 Maret 2019 bertemakan Pendidikan, Kesehatan, Ketenagakerjaan, serta Sosial dan Kebudayaan, para kandidat harus memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menyampaikan komitmen peralihan yang berkeadilan dari energi fosil ke energi bersih terbarukan.
“Polusi yang disebarkan PLTU batu bara dapat menyebabkan kematian dini 6.500 jiwa per tahun dengan pembangkit saat ini. Bahkan angkanya dapat menjadi semakin mengkhawatirkan, meningkat hingga 15.700 jiwa per tahun dengan penambahan unit-unit PLTU seperti yang direncanakan pemerintah dalam rencana 35 ribu megawatt,” ujar juru bicara #BersihkanIndonesai dari Greenpeace Indonesia Didit Wicaksono.
Mulai dari hulu hingga hilir, eksploitasi batu bara meninggalkan jejak masalah lingkungan, sosial dan budaya.
“Ancaman paling serius dan masif dari penggunaan energi batu bara di sektor hilir sebagai sumber listrik adalah polusi yang mengintai kehidupan masyarakat. Fakta menunjukkan, pembangunan PLTU batu bara telah merusak tatanan sosial dan budaya masyarakat di wilayah terbangun,” kata Dadan Ramdan, juru bicara #BersihkanIndonesia dari Walhi Jawa Barat.
Gerakan #BersihkanIndonesia menyambut baik rekomendasi dari Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2019 terkait pentingnya Indonesia beralih dari penggunaan sumber energi fosil yang kotor ke energi bersih terbarukan.
Rekomendasi tersebut seharusnya menjadi pesan yang tegas bagi para Capres untuk memperkuat komitmennya untuk segera beralih ke energi bersih terbarukan.
Rekomendasi eksternal dari Munas dan Konferensi Besar NU tersebut mempertegas kenyataan bahwa energi kotor batu bara tidak lagi relevan baik dari sisi dampak terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial.
Dalam hal ini NU mendesak pemerintah untuk lebih serius mengembangkan dan mengarusutamakan energi bersih terbarukan karena saat ini baru sekitar 6,8 persen dari total energi yang diproduksi nasional berasal dari energi bersih terbarukan. ant