Jakarta, AP – Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemerintah tidak bisa menerapkan kebijakan menaikkan tarif impor, seperti yang dilakukan Amerika, meskipun produk China menggerus industri dalam negeri.
Hal itu karena akan berpengaruh pada kerja sama perdagangan Indonesia dengan negara lain.
“Kita tidak bisa menutup diri dengan mengenakan biaya masuk, rezim biaya masuk sudah lewat, beda dengan tahun 1970-1980an, begitu tidak bisa bersaing kasih biaya masuk 100 persen atau 50 persen,” kata Wapres JK dalam acara Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) di Hotel Aryaduta Jakarta, Rabu (07/08) malam.
Menurut Wapres, rezim (biaya masuk) itu tidak bisa lagi karena Indonesia punya perjanjian perdagangan bebas dengan banyak negara.
Sebagai negara yang tidak memiliki pengaruh kuat dalam perekonomian dunia, JK mengatakan Indonesia harus dapat mencari solusi dari persoalan ekonomi supaya krisisnya tidak berdampak ke dalam negeri.
Seperti perang dagang antara Amerika Serikat dan China saat ini, Indonesia seharusnya bisa mengambil peluang untuk mengisi pasar Amerika yang sebelumnya diisi oleh produk dari China.
“Tentu yang pertama kita cari adalah solusi bagaimana mempertahankan ekonomi kita tetap berjalan dengan baik, bagaimana mengambil efek dari masalah yang terjadi di dunia, apa efeknya, apa positifnya antara Amerika dengan China,” katanya.
Devaluasi mata uang Yuan, menurut JK, merupakan strategi China dalam menyerang Amerika yang menaikkan tarif impor dari negeri Tirai Bambu tersebut. Namun strategi serupa tidak dapat diberlakukan Indonesia untuk menghalau gempuran produk asing ke dalam negeri.
“Kalau kita sebaliknya, begitu rupiah melemah sedikit kita langsung marahi Bank Indonesia untuk menguatkan kembali. Jadi artinya memang barang impor murah, barang ekspor akan kemahalan. Itu jadi pemikiran pada masa yang akan datang,” ujarnya.
Industri semen dan baja dalam negeri mengalami keterpurukan yang disebabkan adanya produk impor dengan harga lebih murah.
JK menjelaskan lemahnya industri PT Semen Indonesia dan PT Krakatau Steel antara lain disebabkan oleh kurangnya inovasi teknologi sehingga kedua perusahaan tersebut mengalami kelebihan produksi dengan harga jual tinggi. ant