Jambi, AP — Kondisi kualitas udara akibat kebakaran hutan dan lahan diwilayah Provinsi Jambi kian mengkhawatirkan. Puncak musim kemarau diprediksi akan masih berlangsung hingga akhir September 2019.
Menghadapi hal ini, Tokoh masyarakat Jambi Drs. H. Usman Ermulan, MM meminta upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang kian meluas terus ditingkatkan, diantaranya dengan opsi hujan buatan.
Menurut mantan DPR RI tiga priode dari Jambi itu opsi hujan buatan sudah sangat mendesak dilakukan, mengingat kualitas udara sudah sangat dikawatirkan akan berdampak lebih luas lagi terhadap penderita Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).
“Salah satunya bagaimana pemerintah berupaya untuk mengatasinya dengan hujan buatan disamping kita berdoa kepada tuhan. Begitupun masyarakat juga harus berupaya bersama pemerintah mengatasi karhutla ini,” katanya, Minggu (15/9/2019).
Sedangkan menurut cacatan Dinas Kesehatan Kota Jambi periode Agustus-September terjadi tren peningkatan yang signifikan terhadap penderita ISPA hingga 11.000 orang lebih dibandingkan pada bulan Juli hanya 2.557 orang.
Maka dari itu, Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jambi itu berharap kedepannya pemerintah memiliki cara jitu untuk antisifasi mengatasi kebakaran hutan dan lahan, salah satunya dengan cara menata pembagian kawasan.
“Kedepannya alam tidak bisa kita biarkan begitu saja. Belajar sama Malaysia ada penataan kawasan yang menjadi wilayah. Minsalnya ada wilayah perkebunan sawit, karet dan hutan dan itu harus dijaga sebagai cadangan air,” katanya.
Terkait ancaman pencopotan oleh Presiden Jokowi kepada Pangdam, Danrem dan Kapolda jika masih terjadi kebakaran hutan dan lahan diwilayah teriorialnya Usman menilai sikap tersebut tidak relevan.
Pasalnya dalam hal memberikan izin bagi perusahan perkebunan adalah kepala daerah. Hanya saja yang perlu ditingkatkan adalah koordinasi antar steakholder dalam penanganan karhutla.
“Yang ngasih izin kepala daerah, gubernur, bupati. Kenapa harus jadi korban danrem, pangdam dan kapolda. Dia tidak tau menau, ketika ada api dia harus diganti. Jangan dong,” sebutnya.
Begitupun ditegaskannya, pemerintah juga harus lebih tegas terhadap pihak perusahan selaku pemegang izin perkebunan untuk bertanggungjawab dalam mengatasi karhutla di wilayah dan sekitar konsesinya.
“Begitu juga kepada perusahan untuk diwilayahnya menjadi tanggung jawabnya. Dan tidak ada salahnya jika kebaran itu terjadi diluar wilayahnya juga ikut membantu dan jangan hanya melepaskan tanggungjawab kepemda dan satgas saja,” harapnya.
Terkait masih adanya lahan gambut yang menjadi kawasan perkebunan, Usman Ermulan berujar bahwa juga harus ada ketegasan dari pemerintah, sebab menurutnya sudah diatur melalui restorasi gambut. (Budi)