JAMBI, AP — Ditengah merosotnya harga komoditi di Jambi, seperti karet dan sawit ternyata tidak hanya dirasakan oleh kelompok tertentu saja, namun hal ini juga dirasakan oleh pengusaha angkutan umum travel di Jambi.
Keluhan tersebut langsung disampaikan oleh Syofian, salah satu pengusaha Travel di Jambi kepada Calon Gubernur Jambi (Bacagub) Drs H Usman Ermulan, MM, Jum’at (22/11/2019).
Syofian mengaku, sejak beberapa tahun terakhir usaha angkutan umum miliknya mengalami penurunan omset yang sangat signifikan, hal itu ditenggarai oleh lesunya harga komoditi di Jambi.
“Karet turun harga begitu juga sawit, dulunya harga masih menjanjikan mereka (petani) dikampung bawa uang belanja di Kota Jambi, mereka naik armada kita. Sekarang jangan kan mau belanja di Kota Jambi makan saja mereka sudah sukur,” imbuhnya di depan mantan DPR RI dari Jambi itu.
Menurutnya harus ada upaya terobosan dari pemerintah untuk menjaga standar harga komoditi di Jambi, sebab diakuinya jika tidak maka petani karet di Jambi tiadak akan memiliki kebun sendiri demi mencukupi kebutuhan hidup.
“Keluarga saya dikampung petani karet semua, saat ini harga hanya kisaran 6-7 ribu rupiah perkilo. Harga beras saja sudah Rp11 ribu, tidak sebanding dengan harga karet, akhirnya lama kelamaan kebun habis terjual,” bebernya.
Maka dari itu dia berharap kepada Mantan Bupati Tanjabbar dua priode itu mendapat mandat dari rakyat Jambi dalam mengentaskan persoalan krusial yang tengah dihadapi oleh masyarakat Jambi.
“Saya bersyukur pak Usman ini maju, saya yakin beliau mampu menyelesaikan persoalan Jambi saat ini, apa lagi beliau ini memiliki terobosan bagaimana mengangkat derajat petani di Jambi,” tukasnya.
Selain itu, menurutnya sosok Usman Ermulan merupakan tokoh masyarakat Jambi yang tak pernah tersentuh dengan persoalan hukum, hal itu salah satu menjadi nilai plus diantara kandidat lainnya.
Menanggapi keluhan itu, pria yang akrab disapa UE itu menyebutkan beberapa terobosan jika diberi mandat dalam mengentaskan perosoalan Jambi saat ini, diantaranya akan meningkatkan pendapatan petani karet dan sawit.
Menurutnya, jatuhnya harga komoditi karet ditingkat petani, pertama terlalu banyaknya matarantai yang bermain, sehingga terjadi pemotongan harga berkali-kali yang harus ditanggung oleh petani.
“Matarantainya harus kita potong, karena terlalu banyak yang bermain sehingga harga ditingkat petani anjlok, dan kita tidak hanya terpaku penjualan kepada crum rabbel saja. Kenapa petani tidak bisa langsung menjual kepabrik? ya itu akal-akal mafianya, biar mereka bisa memainkan harga karet,” tukasnya.
Diakuinya, selisih harga ditingkat petani mengalami hingga 160 persen dari harga yang ditentukan oleh pemerintah melalui dinas perkebunan dan perdagangan, dan itu dikarenakan terlalu panjangnya matarantai yang bermain.
Menurutnya, selain ketegasan untuk memotong matarantai, pemerintah harus mendirikan hilirisasi karet, seperti pabrik kompon, vulkanalisir dan mendirikan pabrik aspal berbahan capuran karet.
“Itu salah satu upaya kita meningkatkan harga karet, dan penjualan tidak hanya terpaku pada crum rabbel saja, harus ada hilirisasi karet,” ucapnya dengan yakin.
Kemudian diakuinya, jatuhnya harga sawit di Jambi tidak terlepas dari tataniaganya, maka hal itu perlu diperbaiki, seperti PKS yang ada di Jambi dalam menentukan kualitas kadar sawit tidak dilakukan oleh orang yang ahli dibidangnya.
Padahal kata Usman itu merupakan tanggungjawab pemerintah untuk menunjuk langsung ahlinya sesuai dengan disiplin ilmunya, seperti dengan memanfaatkan tamatan fakultas pertanian dari kampus Unja dan Umbari, hal itupun adalah salah satu strategi untuk mengurangi pengangguran.
“Yang menentukan kadar itu seharus dari ahlinya, kan banyak tamatan pertanian dikampus kita seperti Unja dan Umbari. Bukan dari pihak perusahan, apakah bisa dijamin mereka (perusahaan) jujur dalam menentukan kwalitas itu, kalo tidak untuk apa ada fakultas pertanian, lebih baik tutup saja, kasian mereka yang tamatan pertanian tidak dimanfaatkan ilmunya,” sebutnya.
Menurut Usman Ermulan, ada sekitar 80 Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Jambi, bayangin saja katanya, jika pemerintah meletakkan untuk satu pabrik sawit saja tiga orang pekerja, artinya sudah ada 240 tenaga kerja yang diserap dari tamatan fakultas pertanian di Jambi.
Kemudian katanya, turunnya harga sawit di Jambi dikarenakan daerah ini tidak memiliki industri siap kemasan seperti yang ada di Dumai, Pekanbaru, hal itu salah satu penyebab terjadi rendahnya harga ditingkat petani.
“Kenapa harga sawit di Jambi antara Dumai ada perbedaan, karena mereka memiki industri siap kemasan sedangkan kita tidak ada. Kita kirim CPO ke Dumai, dari Dumai kirim lagi ke Jambi. Biaya pengiriman itu kita yang tanggung, maka antara dumai dan jambi selisih harga hingga 400 rupiah,” jelasnya. (Budi)