Sungaipenuh, AP – Hingga semester I per Juni 2016, sebanyak 21.910 jiwa warga Sungaipenuh masih belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Data yang diterima dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Sungaipenuh, dari 73.887 warga wajib KTP sebanyak 51.977 jiwa warga Kota Sungaipenuh yang telah memiliki KTP, sementara 21.910 belum melakukan perekaman.
Meskipun demikian, sejak laporan semester I pihaknya telah banyak melakukan perekaman dan mengeluarkan KTP Elektornik (e-KTP), namun belum dilakukan pendataan ulang.
“Yang jelas sampai saat ini sudah jauh mengalami perubahan angka dan jumlah yang belum memiliki dan rekam dari laporan semester I,” ungkap Kepala Dinas Dukcapil, melalui sekretarisnya, Eri Tisman, kepada Aksi Post, Selasa (11/10) kemarin.
Lanjut dia, belum dilakukan pendataan ulang setelah semester I karena belum update datanya dari pemerintah pusat. Meskipun data yang telah dilakukan perekaman sudah dikirim ke pusat, penuturan Eri, berkaitan dengan target pihaknya tidak menargetkan penyelesaian rekam KTP.
“Kalau target kita tidak bisa tentukan, namun selagi masih ada warga yang ingin melakukan perekaman dan sesuai datanya, kita tetap akan rekam,” tegas Eri Tisman.
Meskipun perekaman terus dilakukan, namun sejak 10 hari terakhir, sebut dia, pihaknya mengalami kendala, pasalnya blangko KTP terputus seluruh indonesia.
“Sekitar 10 hari yang lalu blangko terputus, dan blangko 2.000 yang kita ambil beberapa waktu lalu sudah habis,” beber dia.
Cepatnya blangko habis, aku Eri, tidak hanya untuk cetak baru KTP, namun banyak juga yang melakukan perubahan KTP. Diantaranya, data yang salah dan masa berlaku yang habis.
“e-KTP meskipun masa berlaku telah habis, namun tetap bisa dimanfaatkan. Namun, pihaknya berharap pembuatan KTP baru yang berlaku seumur hidup, karena NIK sudah terdaftar secara online,” ungkap dia.
Berkaitan masih adanya nama warga yang meninggal, namun muncul pada daftar pemilih, diakui oleh Eri Tisman. Namun, terkait hal ini pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menghapus data warga yang meninggal tersebut.
“Benar, meskipun kita sendiri tahu yang bersangkutan sudah meninggal, kita tidak berani untuk menghapusnya, kalau belum ada laporan kematian dari pemerintah desa,” tutur Eri.
Terkuat hal ini, salah satu langkah yang diambil pihaknya adalah menempatkan petugas di lapangan untuk mendata jumlah penduduk yang meninggal, bekerjasama dengan pemerintah desa.
“Kecuali PNS yang meninggal, keluarganya langsung melaporkan, sehingga data bisa dihapus,” tandasnya. hen