PEMBINA Pusat Kajian Politik dan Keamanan (Puspolkam) Indonesia Sahat Martin Philip Sinurat mengatakan pemerintah perlu membentuk komando terpusat untuk ketahanan pangan saat pandemi COVID-19.
“Salah satu langkah penting yang harus dilakukan pemerintah adalah memastikan desa dapat melindungi kesehatan warganya sembari tetap mampu memproduksi bahan pangan sehingga dapat memenuhi kebutuhan desa tersebut, bahkan mampu menopang daerah lainnya,” kata Sahat dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/5).
Pemerintah sampai saat ini telah melakukan langkah-langkah pencegahan penyebaran COVID-19 dengan mempertimbangkan berbagai hal, antara lain persoalan sosial, ekonomi, keamanan, ketahanan pangan, dan lainnya.
Salah satu yang harus menjadi perhatian bersama adalah aktivitas di pedesaan yang masih menjadi basis utama ketahanan pangan untuk menopang daerah-daerah lain yang terhenti aktivitas produksinya akibat COVID-19.
Menurut Sahat, percepatan aktivitas produksi pangan pada daerah-daerah yang masih melakukan kegiatan produksi perlu diawasi agar mampu menyediakan stok cadangan untuk beberapa bulan ke depan sambil tetap mengikuti protokol pencegahan penyebaran COVID-19.
“Agar langkah antisipasi terhadap kelangkaan pangan bisa berjalan baik, pemerintah perlu membentuk koordinasi secara terpusat (komando) yang dibutuhkan untuk memastikan ketahanan pangan. Selain itu penting adanya konsolidasi data yang ‘realtime’ dan terintegrasi, baik tentang warga kurang mampu yang terdampak bencana COVID-19, maupun data tentang daerah-daerah produksi pangan yang masih beraktivitas di masa pandemi ini,” katanya.
Sementara itu Pengamat Politik dan Ketua Perkumpulan Kader Bangsa, Dimas Oky Nugroho menyampaikan bahwa hal yang paling penting dilakukan negara (pemerintah) dalam masa-masa krisis ini adalah soliditas, ketegasan, kejelasan serta kepemimpinan nasional yang kredibel dalam menjalankan pemerintahan. Menurut Dimas, sistem sosial kita masih mampu menjaga situasi keamanan Indonesia.
Ia menuturkan beberapa strategi yang dapat dilakukan pemerintah guna merespon masyarakat pada masa pandemi ini. Yang pertama adalah pemerintah harus menunjukkan kepastian dan ketegasan dalam membuat suatu kebijakan.
Kedua, pemerintah harus betul-betul konsisten dalam penerapan kebijakan. Ketiga, pentingnya kesamaan pandangan terhadap situasi yang dihadapi, input masyarakat sipil juga penting untuk didengarkan.
“Pola komunikasi dari seluruh unsur pemerintah harus mampu dipahami oleh masyarakat agar kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menjadi efektif di tengah masyarakat. Pemerintah harus selalu siap merespon aspirasi masyarakat. Namun sejauh ini, sistem sosial kita masih mampu menjaga situasi keamanan di masa bencana nasional COVID-19,” tutur Dimas.
Sedangkan Koordinator Peneliti Imparsial, Ardi Manto Adiputra menyampaikan narasi yang berkembang di masyarakat masih seputar narasi ekonomi maupun narasi seputar agama dan peribadatan.
“Mereka tetap beribadah walaupun ada pembatasan dan penutupan tempat-tempat ibadah, petisi-petisi online juga banyak yang menggugat kebijakan pemerintah yang menutup tempat-tempat ibadah,” kata Ardi.
Ia juga menuturkan bahwa masih ada masyarakat yang lebih memilih untuk tetap bekerja di luar guna memastikan kebutuhan sehari-hari mereka dapat terpenuhi. Pemerintah maupun aparat keamanan harus mengutamakan upaya preventif, proporsional, dan tidak reaktif terhadap masalah-masalah yang kemungkinan timbul selama pandemi.
Ia juga mengapresiasi langkah tepat pemerintah yang telah menunda pembahasan RUU Omnibus Law, yang dapat memperkeruh suasana pada masa krisis. Ardi menyarankan pemerintah menggandeng tokoh-tokoh masyarakat di level akar rumput, karena mereka memiliki pengaruh di tengah masyarakat, setidaknya di kelompok mereka masing-masing.
Ardi juga mengingatkan kepolisian untuk mengutamakan pendekatan yang proporsional dan terukur dalam menampung aspirasi masyarakat di tengah pandemi covid-19. (Ant)