Jakarta, AP – Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan pungutan Pajak Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau pajak digital, baik dalam skema pungutan dan nominal yang dipakai.
“Pemerintah harus berhati-hati dalam menerapkan pungutan pajak digital, termasuk mengenai skema pungutan dan nominal yang dipakai. Sebab, kebijakan ini merupakan langkah sepihak,” ujar Puteri, Minggu (3/5).
Puteri menjelaskan bahwa apabila pajak digital diterapkan, Indonesia sudah dipastikan bisa menambah sengketa perpajakan internasional. Pihak yang bersengketa menggunakan dasar hukum yang berbeda yaitu ketentuan hukum domestik dan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Politisi Muda Fraksi Partai Golkar ini mengungkap permasalahan utama penerapan pajak digital yaitu tingkat anonimitas yang tinggi dari pelaku perdagangan elektronik.
Tidak hanya itu, kata dia, beberapa raksasa digital besar yang beroperasi secara lintas batas negara di Indonesia tidak dikenakan pajak, karena belum ada aturan pajak digital. Kesulitan penerapan pajak digital juga merupakan permasalahan global, tidak hanya di Indonesia.
Berdasarkan data Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJII), Indonesia merupakan negara berpenduduk terbesar ke-4 di dunia dengan pengakses internet mencapai 132,7 juta orang.
Hasil studi PWC memperkirakan tingkat pertumbuhan pendapatan industri hiburan dan media di Indonesia mencapai 10 persen pada 2021 mendatang atau senilai 8.168 juta dolar AS.
Jika dianalisa lebih lanjut, industri hiburan dan media akan semakin banyak bergerak melalui internet. Namun dari sisi infrastruktur, Indonesia masih tertinggal dari sejumlah negara tetangga.
Pengenaan pajak entitas digital akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan diteruskan dalam bentuk tata cara pelaksanaan di level Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang sampai saat ini masih dalam proses penyusunan.
“Pengaturan pajak PMSE diharapkan dapat berjalan sesuai mandatnya yaitu dengan tujuan untuk meningkatkan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pada situasi seperti saat ini, di mana proses bisnis terdampak wabah COVID-19 dan bisnis yang tetap dapat bertahan salah satunya adalah bisnis berbasis digital, seperti layanan streaming film atau fasilitas video conference,” kata Puteri. (Ant)i