Riau, AP – Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau akan memeriksa perusahaan kehutanan dalam penyelidikan kasus kematian harimau sumatera akibat jerat di dalam area konsesi hutan tanaman industri.
“Tentunya kami akan perdalam kejadian ini dengan memintai keterangan beberapa pihak yang terkait dengan kejadian ini,” kata Kepala BBKSDA Riau Suharyono, Selasa (19/5).
“Dan ini bukan kasus pertama yang terjadi di Riau,” ia menambahkan.
Ia mengatakan bahwa perusahaan pemegang konsesi juga berkewajiban menjaga keamanan di area konsesi.
BBKSDA Riau sedang menyelidiki kasus kematian harimau sumatera akibat jerat pemburu di area konsesi hutan tanaman industri milik perusahaan PT Arara Abadi di Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
Suharyono mengemukakan dugaan bahwa kematian harimau sumatera tersebut berhubungan dengan kegiatan pemburu profesional yang memahami seluk beluk area konsesi anak perusahaan APP Sinar Mas itu.
Harimau sumatera yang ditemukan mati karena terkena jerat pada Senin (18/5) usianya diperkirakan antara satu dan dua tahun. Berdasarkan kondisi lukanya, harimau tersebut diperkirakan kena jerat sekitar lima hari sebelumnya.
Menurut Suharyono, kawasan hutan di area konsesi tersebut memang merupakan bagian dari wilayah jelajah harimau sumatera.
“Area tersebut adalah kantong harimau sumatera,” katanya.
Sementara itu, Kepala Konservasi APP Sinar Mas Dolly Priatna dalam pernyataan resmi perusahaan menyatakan bahwa PT Arara Abadi mendukung penuh upaya BBKSDA menyelidiki kasus kematian harimau tersebut.
“Kami turut prihatin atas kematian seekor harimau di Desa Minas Barat, Riau, yang diduga terjadi akibat perburuan ilegal,” katanya.
Ia mengatakan APP Sinar Mas beserta berbagai unit bisnis dan pemasoknya, termasuk PT Arara Abadi, mendukung upaya untuk menekan praktik yang merugikan lingkungan seperti perburuan ilegal di sekitar wilayah konsesi perusahaan.
Perusahaan antara lain mendukung operasi sisir jerat di wilayah konservasi dan sekitar wilayah konsesi yang dilakukan lembaga dan komunitas konservasi.
“Operasi tersebut telah kami jalankan bersama para pihak dan juga rutin setidaknya sebulan sekali secara mandiri, di sejumlah wilayah di Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan,” kata Dolly.
“Selama program ini berlangsung sudah ditemukan sebanyak 70 jerat yang sudah diamankan oleh tim. Kami juga menjalankan sosialisasi rutin untuk warga setempat tentang konservasi keragaman hayati yang dilindungi, pencegahan konflik dengan satwa liar, dampak negatif perburuan ilegal, dan mata pencaharian alternatif yang lebih berkelanjutan,” ia menjelaskan.
Ia menambahkan, selain itu perusahaan mempertimbangkan pergerakan satwa liar dalam menyusun rencana pengelolaan hutan, membangun kantong-kantong makan untuk satwa liar, memasang sistem kamera untuk memantau populasi spesies di area konsesi, serta melakukan sosialisasi dan pelatihan mengenai konservasi satwa liar untuk karyawan dan komunitas. (Red)