Jabar, AP – Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) melalui anak usaha BUMD, PT Jasa Medivest (Jamed), berkomitmen untuk menangani limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) infeksius, khususnya limbah COVID-19 dan limbah medis COVID-19 yang berasal dari sejumlah provinsi di Tanah Air.
Direktur Jasa Medivest Olivia Allan mengatakan, kapasitas penanganan limbah B3 infeksius Jamed telah mencapai 24 ton per hari, sejak April lalu. Hal itu sebagai upaya antisipasi lonjakan limbah medis, terkait penanggulangan pandemi COVID-19 di Jabar.
“Kapasitas kami sudah 24 ton per hari. Limbah medis infeksius, termasuk COVID-19. Dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Yogyakarta, Sumatera Barat, Jambi, dan DKI Jakarta, kami tangani juga,” kata Olivia, Selasa 23 Juni 2020.
PT Jamed sendiri merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jasa Sarana yang fokus dalam pengelolaan limbah medis, berlokasi di kawasan Dawuan, Kabupaten Karawang.
Adapun limbah medis merupakan segala jenis sampah yang mengandung bahan infeksius (atau bahan yang berpotensi infeksius), berasal dari fasilitas kesehatan seperti tempat praktik dokter, rumah sakit, praktik gigi, laboratorium, fasilitas penelitian medis, serta klinik hewan.
OIivia menyatakan, volume limbah medis yang ditangani pihaknya meningkat sekitar 20 persen selama pandemi COVID-19. Dalam kurun Maret-April, Jamed sudah menangani sekitar 1,5 ton limbah COVID-19 dari berbagai provinsi.
“Kemarin kami diminta Kementerian Kesehatan mengangkut limbah infeksius hasil dari penggunaan APD, bekas alat suntik, dan peralatan pengambilan swab di Asrama Karantina Pademangan, Jakarta Utara,” ucapnya.
Selain itu, kata Olivia, Jamed rutin menangani limbah COVID-19 di Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Jabar yang merupakan pusat isolasi pasien COVID-19. Kemudian, Jamed menangani limbah medis pelaksanaan rapid tes di Institut Teknologi Nasional Bandung.
“Kami siap untuk menangani limbah COVID-19 dari berbagai wilayah. Kita siap di Jabar, dan daerah lain, karena kapasitas penanganan kami sudah mumpuni,” katanya.
Protokol Ketat, Olivia memastikan, penanganan limbah medis COVID-19 aman terhadap lingkungan. Sebab pemusnahan menggunakan insinerator berbasis teknologi “Stepped Heart Controlled Air” dengan dua proses pembakaran bersuhu 1.000-1.200 derajat celcius, dilengkapi pula alat kontrol polusi udara.
Mesin pembakaran mampu menetralkan emisi gas buang seperti partikel-partikel, acid gas, toxic metal, organic compound, CO, dioxin dan furan, sehingga gas buang yang dikeluarkan dapat memenuhi parameter standar baku emisi internasional.
“Teknologi yang kami pakai sudah standar KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Kami setiap tiga bulan sekali ada pengecekan, karena ada standar dari KLHK yang harus diikuti,” ucapnya.
Jamed menerapkan standar operasional prosedur (SOP) penanganan limbah medis dengan ketat. Mulai dari distribusi limbah medis dari fasyankes, pemilahan, sampai proses pembakaran. Limbah COVID-19 selalu didahulukan dalam penanganan, guna menekan potensi sebaran COVID-19.
“Kalau penanganannya itu kami sudah siapkan SOP-nya. Pasti ada kemasan yang berbeda. Dilabeli COVID-19. Pasti kami dahulukan,” kata Olivia.
Menurut Olivia, Jamed pun telah menyusun SOP bagi karyawan dengan komprehensif. Semua karyawan harus mengenakan APD lengkap. Lalu, Jamed menyediakan asupan gizi untuk menjaga imunitas karyawan.
“Asupan gizi karyawan kami perhatikan. Vitamin C setiap hari wajib dan kami sediakan. Untuk makanan, ada tambahan buah-buahan. Kita tambahkan kurma juga. Lalu, kami siapkan juga susu untuk karyawan,” ucapnya. (Red)