JAKARTA, AP – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa setiap rupiah uang rakyat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus dapat dipertanggungjawabkan pengelolaannya. “Komitmen kita, anggota BPK dan pemerintah adalah sama. Pertama, setiap rupiah uang rakyat dalam APBN harus digunakan secara bertanggung jawab,” kata Presiden Jokowi, Senin (20/7).
Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam acara “Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) Tahun 2019” yang juga dihadiri oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Ketua BPK RI Agung Firman Sampurna, Menteri Kabinet Indonesia Maju, dan para pejabat terkait lainnya. “(Anggaran) harus dikelola secara transparan, dikelola sebaik-baiknya, serta sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat,” tambah Presiden Jokowi.
Prinsip kedua, tata kelola penggunaan anggaran harus sederhana dan singkat. “Kedua, tata kelolanya harus baik, manajemennya harus baik, sasarannya harus tepat dan dijalankan dengan prosedur yang sederhana dan ringkas, melalui proses yang cepat dengan manfaat yang maksimal untuk rakyat,” ungkap Presiden Jokowi.
Menurut dia, tata kelola dengan basis kecepatan sangat penting khususnya dalam kondisi krisis kesehatan dan krisis ekonomi seperti sekarang. “Percuma kita punya anggaran tapi anggaran tersebut tidak bisa dibelanja dengan cepat untuk rakyat padahal rakyat menunggu padahal rakyat membutuhkan pada saat perekonomian sangat membutuhkan sekali lagi diperlukan langkah yang cepat, efisien dan tentu tidak boleh dilupakan akuntabilitas penting sekali,” tambah Presiden Jokowi.
Apalagi pada 2020 saat suasana krisis kesehatan dan ekonomi, pemerintah banyak melakukan langkah tidak biasa untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara. “Pemerintah telah mengalokasikan Rp695,2 triliun untuk percepatan penanganan COVID-19 untuk pemulihan ekonomi nasional. Ini jumlah yang sangat besar sekali Rp695,2 triliun,” kata Presiden Jokowi.
Ia mengajak seluruh kementerian dan lembaga untuk berani melaksanakan program-program tersebut secara cepat. “Tapi juga tepat tapi juga harus akuntabel dan saya mengharapkan dukungan, mengharapkan bantuan dari BPK agar penanganan krisis ini dapat berjalan dengan baik tanpa ada masalah di kemudian hari,” kata Presiden.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2019. LKPP 2019 adalah laporan keuangan yang mengkonsolidasi 87 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) dan satu Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) Tahun 2019.
BPK memberi opini WTP terhadap 84 LKKL dan satu LKBUN atau 96,5 persen yang meningkat dibandingkan dengan 2018 sebanyak 81 LKKL dan satu LKBUN.
Sementara 2 LKKL mendapat Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau 2,3 persen dari 88 LKPP dan Tidak Menyatakan Pendapat untuk satu LKKL atau 1,2 persen dari total LKPP yang diperiksa BPK.
LKPP Audited Tahun 2019 mencakup tujuh komponen yaitu Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2019 dilaporkan Rp1.960,63 triliun atau mencapai 90,56 persen dari anggaran yang terdiri dari perpajakan Rp1.546,14 triliun, PNBP Rp408,99 triliun, dan hibah Rp5,49 triliun.
Realisasi belanja negara tahun 2019 Rp2.309,28 triliun atau 93,83 persen dari target yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp1.496,31 triliun, transfer ke daerah Rp743,15 triliun, dan dana desa Rp69,81 triliun.
Defisit anggaran tahun 2019 mencapai Rp348,65 triliun, namun realisasi pembiayaannya mencapai Rp402,05 triliun atau 115,31 persen dari nilai defisitnya sehingga terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Rp53,39 triliun. (Red)