JAMBI, AP – Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Prof Dr dr Syamsul Arifin MPd mengingatkan masyarakat jangan terlalu terlena penurunan semu kasus Covid-19.
“Kita tidak boleh lalai dan tetap waspada jangan sampai penurunan yang terjadi adalah penurunan semu, karena pemeriksaan laboratorium RT PCR juga turun. Di antaranya karena libur menjelang Hari Raya Idul Adha atau memang tes usap sedang mengalami penurunan kuantitas sampel,” katanya, Selasa 4 Agustus 2020.
Sebagaimana data Kementerian Kesehatan, jika terjadi penurunan kasus baru COVID-19 selama tiga hari terakhir, terhitung 1 hingga 3 Agustus 2020 tercatat jumlah kasus 1.560 kasus, 1.519 kasus dan 1.679 kasus. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan tanggal 31 Juli 2020 sebanyak 2.040 kasus.
Demikian pula beberapa provinsi yang sebelumnya juga tinggi, banyak yang tercatat angka kasusnya menurun, seperti Jawa Tengah, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan. Menurut Syamsul, tren penurunan tersebut memang hal yang baik dan patut disyukuri bersama, sebab dengan jumlah kasus yang rendah maka “Attack Rate” (AR) atau tingkat serangan juga mengalami penurunan.
Ia menjelaskan AR suatu wilayah didapatkan dengan membagi jumlah kasus dengan jumlah penduduk. Attack rate ini kemudian menjadi parameter yang menunjukkan risiko penduduk sebuah wilayah untuk tertular virus corona.
Semakin kecil “Attack Rate” di suatu wilayah, semakin kecil pula risiko penduduk yang tinggal di wilayah tersebut untuk tertular atau terdeteksi.
Meski begitu, Syamsul melihat perlu kriteria lain yang harus diperhatikan untuk menentukan penurunan kasus tersebut, yaitu angka “positive rate” atau tingkat positif.
Angka ini merupakan jumlah kasus yang terkonfirmasi positif COVIR-19 dibagi total pemeriksaan spesimen PCR usap dikali seratus persen. Positive rate adalah jumlah kasus dibagi dengan jumlah tes orang di sebuah negara atau daerah.
Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran ULM itu memaparkan pada 9 Juli 2020 angka positive rate di Indonesia 21,2 persen. Lima provinsi tertinggi positive rate pada tanggal 29 Juni 2020 adalah Sulawesi Tenggara (67,52 persen), Sulawesi Barat (43,02 persen), Jambi (35,45 persen), Kalimantan Selatan (20,68 persen) dan Jawa Timur (19,64 persen).
Rerata positive rate Indonesia sampai tanggal 3 Agustus 2020 adalah 12,64 prsen. Angka sangat tinggi dibandingkan positive rate yang telah ditetapkan WHO yaitu 5 persen atau China 0,09 persen dan Malaysia 1,4 persen.
Positive rate yang rendah merupakan salah satu indikator sebuah negara atau daerah mampu mengontrol penyebaran virus.
“Hal ini juga berlaku saat pemeriksaan tes usap massal. Jika penambahan kasus banyak belum tentu ini merupakan suatu hal yang buruk jika positive rate konstan atau turun. Akan menjadi suatu hal yang buruk jika jumlah kasus meningkat dan diikuti dengan peningkatan positive rate,” paparnya.
Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Jambi, Johanysah selaku Juru Bicara Gugus Tugas COVID-19 Provinsi Jambi menyatakan ada 19 orang tambahan pasien terkonfirmasi positif COVID-19 sehingga total 188 orang.
“Pemerintah pusat hari ini mengumumkan 19 pasien terkonfirmasi positif COVID-19,” kata Johansyah.
Sebanyak 19 pasien terkonfirmasi positif COVID-19 tersebut 11 orang berasal dari Kota Jambi, lima orang berasal dari Kota Sungaip Penuh, dua orang berasal dari Kabupaten Batanghari dan satu orang dari Kabupaten Tebo. 11 orang diantaranya laki-laki dan delapan orang perempuan.
Pasien 170 hingga 174 sebelumnya memiliki riwayat kontak/terpapar dengan pasien 152 yang merupakan salah satu tenaga Adm di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi. Kemudian pasien 175 hingga pasien 185 sebelumnya memiliki riwayat kontak dengan pasien 151 atau terpapar COVID-19 langsung dari pasien 151 tersebut.
Selanjutnya pasien 183 asal Kota Sungaipenuh memiliki riwayat kontak perjalanan dari Bangka Belitung. Sedangkan pasien 184, 185 dan pasien 186 sebelumnya memiliki riwayat kontak/terpapar dengan pasien 127. Sementara pasien 187 asal Kota Sungai Penuh memiliki riwayat kontak screening khusus Kantor Bappeda dan pasien 188 asal Kabupaten Tebo memiliki riwayat kontak perjalanan dari Bogor.
Penambahan pasien terkonfirmasi positif di Jambi hari ini merupakan tambahan terbanyak selama kasus COVID-19 di Provinsi Jambi.
Selain tambahan pasien terkonfirmasi positif, di Provinsi Jambi juga ada penambahan pasien sembuh dari COVID-19 berdasarkan hasil uji swab dua kali berturut dengan hasil negatif. Yakni 134 seorang laki-laki usia 37 tahun asal Kabupaten Muaro Jambi. Pasien tersebut dibolehkan pulang dan wajib isolasi mandiri di rumah selama 14 hari ke depan.
Johansyah selaku Juru Bicara Gugus Tugas Provinsi Jambi terus mengimbau masyarakat tetap jaga kesehatan selalu cuci tangan dan wajib menggunakan masker jika harus ke luar rumah. Sementara berdasarkan update data Gugus Tugas Provinsi Jambi, saat ini jumlah suspek sebanyak 35 orang, terkonfirmasi positif sebanyak 188 orang dan 116 diantaranya sembuh serta empat orang meninggal dunia.
Senada dikatakan, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Sungai Penuh, Hatmizar menjelaskan lima pasien baru ini adalah JKK (31) laki-laki warga Sungai Liuk Kecamatan Pesisir Bukit, yang merupakan kontak perjalanan pulang dari Bangka Belitung.
Selanjutnya, JRD 24 Tahun (anak), IN 12 Tahun (anak), dan FHM 48 Tahun (ayah) yang merupakan satu keluarga asal Karya Bakti Pondok Tinggi, Kota Sungai Penuh, yang kontak erat dengan ibunya MY (46) merupakan penjaga kantin disalah satu SMA di Sungai Penuh, yang telah terlebih dahulu terpapar Covid-19. Terakhir, RH 25 Tahun warga Dusun Baru, Sungai Penuh, yang merupakan Pegawai Bappeda Sungai Penuh.
“RH ini merupakan hasil Rapid test masal di kantor Bappeda, hasilnya terdapat 7 yang Reaktif. Kemudian dari 7 yang Reaktif, hasil uji swabnya 6 Negatif dan 1 Positif yakni RH,” kata dia.
Kelima langsung dijemput petugas untuk diisolasi. “Nanti juga akan dilihat, bagi pasien yang orang tanpa gejala akan dikarantina di RSU H. Bakri Sungai Penuh. Sementara yang punya gejala dilakukan isolasi di RSUD MHA Thalib Kerinci. Dalam waktu dekat ini, kita akan melakukan tracking kontak terhadap 5 warga Sungai Penuh yang terpapar Covid 19 hari itu,” kata dia.
Tim pakar Sosbud Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Meutia Hatta menganalisis sifat banyak orang Indonesia yang belum mematuhi protokol kesehatan untuk menghindari virus corona SARS-CoV2 (Covid-19). Menurut Meutia, banyak masyarakat mengabaikan protokol kesehatan karena tidak merasa takut dengan risiko kesehatan.
“Saya belajar antropologi kesehatan, saya amati orang Indonesia itu tidak mudah takut dengan risiko kesehatan (Covid-19). Mereka berpikir itu hanya terjadi pada orang lain, bukan dirinya,” ujarnya saat bicara di konferensi virtual akun youtube saluran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bertema Strategi Membuat Kebiasaan Baru menjadi Kebudayaan Baru.
Apalagi, dia menambahkan, masyarakat merasa optimistis tidak akan tertular Covid-19 karena telah beriman dan pasti dilindungi Tuhan. Ia melihat fenomena itu terjadi di Surabaya, Jawa Timur yang menjadi daerah zona hitam Covid-19 karena tingginya penularan kasus di sana.
Meutia menjelaskan, masyarakat Surabaya memilih tetap keluar rumah dan ketika ditahan oleh petugas keamanan termyata mereka masih ngotot karena nilai budaya yang tertanam yaitu merasa tidak akan menularkan.
“Akhirnya mereka (masyarakat Surabaya) tidak mau mematuhi (protokol kesehatan). Karena itu kasusnya lebih banyak,” ujarnya.
Padahal, ia menyebutkan kadang-kadang Tuhan menguji seseorang apakah patuh atau tidak dalam aturan tertentu tetapi masyarakat melupakannya. Selain itu, ia menyebutkan kalau masyarakat patuh pada protokol kesehatan maka itu juga menolong orang lain supaya tidak tertular virus ini.
“Artinya kita bukan hanya menolong diri sendiri melainkan juga melindungi orang lain supaya tidak kena penyakit,” kata Meutia.
Karena itu, ia meminta orang Indonesia harus mematuhi menerapkan protokol kesehatan seperti menjaga jarak, memakai masker wajah, menjaga jarak, dan sering cuci tangan dan ini bisa menjadi kebudayaan. Di satu sisi, ia meminta ahli komunikasi juga mengembangkan konsep iklan kesehatan masyarakat yang sesuai.
Contoh Surabaya sebagai di mana masyarakatnya ‘abai’ terhadap protokol kesehatan sebelumnya pernah tercermin dari hasil survei Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair). Hasil survei menunjukkan, tingkat kepatuhan masyarakat Surabaya Raya menggunakan masker sangat rendah. Sebanyak 70 persen warga Surabaya enggan mengenakan masker, dan tidak menjaga jarak sebesar 84 persen. (Red/Hendra/Gandi)