JAMBI, AP – Anggota Komisi II DPR Fraksi PAN Guspardi Gaus mengaku prihatin dengan adanya prediksi sejumlah calon tunggal di 31 daerah berpotensi melawan kotak kosong pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada 9 Desember 2020, yang menjadi preseden buruk bagi demokrasi di Indonesia.
“Ini menurut saya merupakan preseden buruk dalam rangka pendidikan politik dan pendidikan demokrasi,” kata Guspardi, Senin kemarin 10 Agustus 2020.
Dia menilai pilkada adalah kompetisi tentang visi dan misi antarcalon kepala daerah sehingga banyaknya calon tunggal menyebabkan tidak terwujudnya substansi pilkada. Hal itu menurut dia karena yang dihadapi adalah kotak, artinya tidak punya otak, dia tidak punya visi dan misi, padahal Indonesia memiliki penduduk terbesar keempat di dunia.
Menurut Guspardi adanya kemungkinan calon tunggal di daerah 31 daerah tersebut membuktikan bahwa upaya untuk melakukan pendidikan politik, dan demokasi tersebut telah mengalami pasang surut dalam memilih pemimpin masa depan. “Dan itu juga sebagai pertanda demokrasi itu tidak sehat. Karena itu perlu ada terobosan yang dilakukan melalui undang-undang yang berkaitan pilkada atau pemilu,” ujarnya.
Dia menilai fenomena calon tunggal yang melaju sendiri alias menghadapi kotak kosong di pilkada menambah daftar metode culas yang berdampak buruk bagi demokrasi tersebut.
Karena itu Guspardi mendesak agar cara seperti itu tidak dilakukan jika ingin membangun daerah dengan baik, karena kalah dan menang tidak bisa dijadikan esensi utama dalam pilkada. Namun menurut dia, menghadirkan khazanah demokrasi yang lurus dan bersih agar tercipta pendidikan politik masyarakat yang baik adalah esensi yang sebenarnya, tujuannya adalah kesejahteraan masyarakat.
“Banyaknya calon tunggal tanda demokrasi yang tidak sehat, turunkan ambang batas pencalonan untuk pilkada itu salah satu cara, syarat 5-10 persen kursi sudah cukup. Itu memudahkan banyaknya partai mencalonkan pasangan,” ujarnya.
Pengamat politik dari Provinsi Jambi, Mochammad Farisi, memprediksi bakal calon kepala daerah di Kabupaten Tanjung Jabung Timur berpeluang melawan kotak kosong.
“Sejauh ini belum ada bakal calon lain yang mencuat selain bupati dan wakil bupati definitif yang kembali mencalonkan diri pada pemilihan kepala daerah di Kabupaten Tanjung Jabung Timur,” kata dia.
Dengan begitu, pemilihan kepala daerah di Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada Desember mendatang hanya akan diikuti satu pasang bakal calon. Pasangan bakal calon bupati Tanjung Jabung Timur itu merupakan pasangan bupati dan wakil bupati yang saat ini masih menjabat secara definitif, yaitu Romi Hariyanto dan Robbi Nahliansyah. Pasangan bupati-wakil bupati itu kembali mencalonkan diri menjadi calon kepala daerah melalui jalur perseorangan atau secara independen.
Farisi menjelaskan, Romi Haryanto merupakan kader Partai Amanat Nasional (PAN). Saat ini PAN partai pemenang pada pemilu legislatif 2019 lalu di sana. Namun sejak dia maju mencalonkan diri menjadi bakal calon bupati melalui jalur independen, dia masih menjadi kader PAN.
Selain itu, belum ada nama nama lain yang mencuat untuk maju mencalonkan diri menjadi bakal calon bupati Tanjung Jabung Timur yang akan melawan pasangan petahanan itu. Ataupun calon yang diusung partai politik untuk maju dalam pemilihan kepala daerah di kabupaten itu.
“Akan tetapi kita lihat sampai dengan tahapan pendaftaran di KPU, politik ini dinamis ya,” kata Farisi.
Pada pemilihan kepala daerah serentak pada Desember mendatang, ada lima pemilihan bupati dan wali kota di Provinsi Jambi dan satu pemilihan gubernur Jambi. Yaitu pemilihan bupati Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, Batanghari, Bungo, pemilihan wali kota Sungai Penuh dan pemilihan gubernur Jambi. Dari enam pemilihan bupati dan gubernur di daerah itu, hanya di Kabupaten Tanjung Timur yang terdapat pasangan bakal calon yang maju melalui jalur independen. (Red)