Jambi, AP – Nama Ismail Ibrahim alias Mael kakak dari Rahima istri Gubernur Jambi Fachrori Umar disebut dalam sidang pembacaan dakwaan kasus mantan Kadis PUPR Provinsi Jambi Arfan. Sidang ini Arfan menerima gratifikasi atau hadiah dari 18 orang pengusaha di Jambi. Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum KPK Tonny F Pangaribuan dari Jakarta, Rabu (2/9), Arfan disebut menerima uang senilai Rp7,1 miliar, USD30 ribu dan SGD100 ribu.
Uang-uang itu dia terima dari 18 orang pengusaha di Jambi dalam kurun waktu antara Februari hingga November 2017 saat dia menjadi Kabid Bina Marga PUPR Provinsi Jambi dan saat dia menjabat Plt Kadis PUPR Provinsi Jambi. Daftar sumber uang yang diterima Arfan mulai dari Ketua LPJK Provinsi Jambi Endria Putra senilai Rp1,5 miliar, Rudy Lidra Amidjaja Rp1 miliar dan Rp350 juta, Agus Rubiyanto Rp500 juta, Jeo Fandy Yoesman alias Asiang USD30 ribu, Hardono alias Aliang Rp1,4 miliar dan SGD100 ribu, Ali Tonang Rp350 juta, Suarto dan Endria Putra Rp250 juta, Andi Putra Wijata Rp200 juta, Yosan Antonius alias Atong Rp250 juta.
Kemudian, ipar Gubernur Jambi Fachrori Umar yakni Ismail Ibrahim alias Mael Rp100 juta, Paut Syakarin Rp300 juta, Musa Efendi Rp200 juta, Muhammad Imanuddin alias Iim Rp100 juta, Kendrie Aryon alias Akeng Rp100 juta, Timbang Manurung Rp100 juta, Widiyantoro Rp100 juta, Sumarto alias Aping Rp150 juta dan Komarudin Rp150 juta.
Dalam surat dakwaan penuntut umum, Arfan selaku Plt Kepala Dinas PUPR Provinsi disebut bersama-sama dengan Gubernur Jambi Zumi Zola telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan kejahatan selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara, menerima gratifikasi. Atas dakwaan penuntut umum Arfan melalui penasehat hukumnya mengatakan akan mengajukan eksepsi. Sidang akan dilanjutkan Kamis (10/9) pekan depan dengan agenda eksepsi dari terdakwa. Sidang ini dipimpin oleh majelis hakim Yandri Roni selaku hakim ketua didampingi dua hakim anggota Adly dan Amir Aswan.
Selanjutnya, Jaksa KPK mengungkap adanya keterlibatan Apif Firmansyah yang saat ini menjabat sebagai Anggota DPRD Provinsi Jambi, dan Asrul Pandapotan Sihotang. Apif Firmansyah dan Asrul Pandapotan Sihotang merupakan tangan kanan atau orang kepercayaan Zumi Zola saat menjabat Gubernur Jambi. Meski bukan dari kalangan birokrat, namun dua orang ini disebut-sebut punya peran penting saat Zumi Zola menjabat.
Apif dan Asrul dalam dakwaan untuk Arfan yang dibacakan penuntut umum KPK Tonny F Pangaribuan dari Jakarta disebut ikut serta atau bersama-sama Arfan menerima gratifikasi.
“Terdakwa Arfan selaku Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum bersama-sama dengan Zumi Zola Zulkifli selaku Gubernur Jambi periode 2016-2021, Asrul Pandapotan Sihotang dan Apif Firmansyah telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara, menerima gratifikasi,” kata jaksa membacakan surat dakwaan.
Dalam dakwaan penuntut umum, Asrul disebut-sebut beberapa kali menemui Arfan atas permintaan Zumi Zola terkait fee proyek yang bisa diperoleh dari para kontraktor di Jambi. Asrul juga jadi perantara antara Zumi Zola dan Arfan terkait fee proyek ini. Salah satunya, uang senilai USD30 ribu dari Jeo Fandy Yoesman alias Asiang diberikan Arfan kepada Zumi Zola melalui Asrul pada September 2017 saat Zumi Zola akan berangkat ke Amerika Serikat. Namun yang diberikan kepada Zumi Zola hanya USD20 ribu sementara sisanya dipegang Asrul.
Dalam dakwaan jaksa, terdakwa Arfan disebut berhasil mengumpulkan uang sebanyak Rp7,1 miliar, USD30 ribu dan SGD100 ribu. Uang itu dipergunakan untuk beberapa keperluan. Sejumlah Rp700 juta dari nilai itu diberikan kepada Apif Firmansyah untuk pembelian sarung dan mukena untuk lebaran.
Tidak hanya itu, dalam dakwaan penuntut umum, Apif juga disebut pernah mengambil fee proyek di Provinsi Jambi. Namun dalam dakwaan ini tidak disebutkan nilai yang diambil Apif. Pada November 2017, Arfan bertemu dengan Asrul di Hotel Mulia Jakarta. Asrul menanyakan soal fee proyek kepada Arfan. Saat itu, Arfan mengatakan hanya bisa mengumpulkan antara 5 sampai Rp7 miliar. “Karena sebagian sudah dikutip oleh Apif Firmansyah,” kata Jaksa.
Penasehat hukum terdakwa Arfan, Helmi SH menyatakan akan mengajukan eksepsi pekan depan. “Terdakwa pada intinya ingin menyampaikan sesuatu. Oleh karena itu kami akan mengajukan eksepsi. Jumlah uang yang dia terima tidak sebanyak itu,” kata Helmi usai sidang.
Selanjutnya, dalam surat dakwaan KPK juga mengungkapkan aliran uang yang digunakan mulai dari untuk biaya jahit baju gubernur hingga biaya pelantikan pengurus PAN Kota Jambi. Diungkapkan aliran uang senilai Rp7,1 miliar dan SGD100 ribu yang dikumpulkan Arfan dari sejumlah pengusaha di Jambi atas perintah Zumi Zola melalui orang kepercayaannya Asrul Pandapotan Sihotang.
Adapun itu aliran uang gratifikasi yang diterima Arfan untuk pelunasan biaya jahit gubernur Jambi pada Februari 2017, Rp48 juta, pembelian sarung dan mukena untuk lebaran melalui Apif Firmansyah Rp700 juta, biaya pelantikan pengurus PAN Kota Jambi Rp40 juta, diserahkan kepada Jeo Fandy Yoesman alias Asiang, Rp400 juta, diserahkan kepada Dedi Garuda atas perintah Asrul Pandapotan Sihotang, Rp150 juta, diserahkan kepada Dedi Garuda untuk rehab rumah orangtua gubernur sebesar Rp75 juta, diserahkan kepada Dedi Garuda untuk keperluan pribadinya Rp30 juta, untuk santunan kebakaran di Tanjungjabung Timur atas perintah Sekda Ke Asisten III Provinsi Jambi Rp60 juta, digunakan terdakwa Arfan untuk biaya operasional kantor yang tidak dicover oleh dinas.
“Sisa uang tersebut dilaporkan oleh terdakwa kepada Asrul Pandapotan Sihotang untuk diserahkan kepada Zumi Zola Zulkifli selaku Gubernur Jambi periode 2016-2021 yang kemudian meminta terdakwa untuk memegang uang tersebut hingga diamankan oleh petugas KPK bersama barang bukti,” kata jaksa membacakan surat dakwaan.
Dalam perkara ini, Arfan didakwa dengan pasal 12 B UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana. (Red/Yo)