Kualatungkal, AP – Polemik soal pembayaran tunjangan perumahan bagi wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar) menuai kontra. Pasalnya, sesuai PP 24 tahun 2014 pasal 19 berbunyi rumah jabatan pimpinan DPRD, rumah dinas anggota DPRD beserta perlengkapannya dan kendaraan dinas jabatan pimpinan DPRD tidak dapat disewa belikan atau diguna usahakan, atau dipindah tangankan atau diubah struktur bangunan dan status hukumnya.
Namun yang terjadi saat ini rumah dinas wakil Ketua DPRD dirubah status menjadi ruangan kantor sekretariat DPRD. Sampai saat ini tidak ada surat keputusan bupati terkait perubahan status rumah dinas wakil ketua DPRD tanjabbar. Hanya saja kedua wakil ketua DPRD tersebut memilih tidak menempati rumah dinas dan mengambil tunjangan perumahan sebesar Rp 5,5 juta perbulan.
Pakar Hukum Tata Negara, Prof, Dr Sukamto Satoto SH, MH mengatakan, dalam PP itu sudah jelas status hukum bahwa rumdis tidak bisa dirubah status hukumnya. Namun apabila tetap mengambil uang tunjangan perumahan maka itu sama saja dengan pelanggaran hukum.
“Iya itu ada unsur pidananya soal pembayaran tunjangan perumahan rumah pimpinan DPRD,” ujarnya kemarin, Minggu (23/10).
Jika ada rumah dinas untuk pimpinan DPRDtidak ditempati itu tidak menggunakan haknya. Tapi kalau diminta anggaran tunjangan perumahannya itu sama saja double acounting.
“Hati hati saja penegak hukum bias masuk, karena itu ada unsur pidananya,” tegasnya.
Untuk diketahui, terbengkalainya dua rumah dinas wakil ketua DPRD Tanjabbar kembali menjadi sorotan berbagai kalangan. Bahkan kedua wakil ketua DPRD tersebut memilih mengambil tunjangan perumahan sebesa Rp 5,5 juta perbulan dari pada menempati rumdis waka DPRD tanjabbar yang ada. her