JAKARTA, AP – Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari disebut punya kenalan “king maker” di lembaga penegak hukum tersebut.
“Pada pertemuan 19 November 2019, apakah benar terdakwa Pinangki memberikan penjelasan ke Djoko Tjandra mengenai langkah-langkah yang harus dilalui Djoko Tjandra dengan mengatakan ‘Nanti Bapak ditahan dulu sementara sambil saya urus dengan ‘king maker’ tapi Pinangki tidak menjelaskan siapa ‘king maker’ itu?” tanya jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung KMS Roni, Senin (9/11).
“Iya benar,” jawab saksi yang dihadirkan, Rahmat. Rahmat selaku pengusaha di bidang “CCTV dan robotic” menjadi saksi untuk terdakwa Pinangki Sirna Malasari.
Rahmat mengungkapkan pada satu minggu selanjutnya Djoko Tjandra mengatakan biayanya mahal sekali kepadanya.
“Biayanya kok mahal sekali Rahmat. Minta 100 juta dolar AS, sudah begitu saya ditahan juga’, lalu saudara mengatakan ‘waduh saya tidak tahu Pak’, apakah keterangan ini benar?” tanya jaksa KMS Roni yang dibenarkan oleh saksi.
KMS Roni kembali menanyakan terkait inisiatif 100 juta dolar AS itu dari siapa. “Saya tidak tahu Pak, Pak Djoko telepon saya ‘Mat ini nggak salah minta 100 juta AS? Saya katakan ‘wah saya tidak tahu Pak, saya tidak ikut-ikutan’,” jawab Rahmat.
“Apakah saudara melihat Pinangki dan Anita mendapat sesuatu dalam pertemuan 19 November 2019 itu?” tanya jaksa.
“Tidak Pak,” jawab Rahmat.
Dalam pertemuan di The Exchange 106 Kuala Lumpur tersebut, Pinangki dan Rahmat mendapat kamar Hotel Ritz Carlton.
“Saat di mobil setelah mengantar Bu Anita ke bandara, Bu Pinangki mengatakan kamar sudah ‘dibookingkan’ saya dapat kamar 1707 sedangkan Bu Pinangki kamar 1707, lalu saya diminta Bu Pinangki untuk menjemputnya saat makan malam,” ungkap Rahmat.
Namun Rahmat tidak menggunakan kamar tersebut karena Rahmat memutuskan untuk menginap bersama teman-temannya di hotel JW Marriot.
“Saya tidak tahu siapa yang ‘booking’ itu tapi saat saya jemput Bu Pinangki untuk makan malam dan saat saya tanya ke resepsionis kamar Bu Pinangki ternyata dipesankan oleh properti mulia, dan itu seperti tertulis dalam kartu nama Pak Djoko Tjandra ada properti mulia-nya,” tambah Rahmat.
Rahmat pun mengaku tidak tahu kasus hukum yang menjerat Djoko Tjandra. “Saya tidak ngikuti kasusnya apa, jadi saya tidak tahu,” ungkap Rahmat.
Dalam perkara ini jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500 ribu dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra.
Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp 6.219.380.900 sebagai uang pemberian Joko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.
Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS. (Red)