MASYARAKAT dan Pers Pemantau Pemilihan Umum (Mappilu) PWI mengajak masyarakat memilih pemimpin yang mampu membangkitkan ekonomi pasca pandemi COVID-19 saat Pilkada 2020 nanti.
Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S Depari dalam kegiatan Mappilu PWI di Jakarta mengatakan dalam kondisi sekarang ada dua hal yang menjadi perhatian pemerintah.
Pertama, menurut dia bagaimana mengatasi COVID-19. Kemudian yang kedua, masalah ekonomi, persoalan itu memang tidak bisa ditawar-tawar karena saat ini menurut dia kondisinya sedang “tiarap”.
“Kami berharap pemimpin pemimpin baru nanti punya visi untuk membangkitkan ekonomi dari daerah, kami berharap ada pencerahan dari diskusi ketiga Mappilu PWI ini, terima kasih kepada para pembicara yang bersedia hadir,” kata Atal, Kamis (26/11).
Mappilu PWI menggelar diskusi Seri ke-3 bertajuk “Pilkada 2020: Mencari Pemimpin Perubahan Penggerak Perekonomian”. Menurut dia harapan masyarakat dan pelaku bisnis di Indonesia tentunya untuk mendapatkan pemimpin daerah yang bisa membangkitkan ekonomi yang terdampak pandemi COVID-19.
Diskusi Mappilu PWI ini dibuka langsung oleh Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari didampingi Ketua Mappilu PWI Suprapto Sastro Atmojo.
Pada diskusi, Mappilu PWI menghadirkan pembicara seperti Wakil Ketua Umum REI Raymond Arfandi, CEO Sritex Iwan Setiawan, Ketua Umum Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia (GMRI) Eko Sriyanto Galgendu dan Direktur Utama PT Harta Mulia Wima Brahmantya.
CEO Sritex Iwan Setiawan yang bergerak di bidang industri tekstil menyampaikan terjadi perubahan yang luar biasa di dunia usaha sejak Maret 2020 setelah karantina wilayah diberlakukan. Ekonomi kata dia menjadi stagnan karena pengusaha tidak bisa mengekspor dan terkendala penjualan di dalam negeri.
“Hal yang saya alami, kita melihat kondisi pada saat itu pertama bagaimana kesehatan kita harus kuat, kedua, Sritex harus hidup dan tidak ada PHK,” kata dia.
Ternyata menurut Iwan ada jalan bagi mereka untuk tetap bertahan yakni dengan membuat masker, dan alat pelindung diri, hal itu dapat memberikan pemasukan untuk Sritex.
“Kita dalam sebulan mengubah industri kita menjadi pembuat masker dengan produksi 50 juta pcs. Ini salah satu sikap dinamis pengusaha untuk menyesuaikan kondisi,” ujarnya.
Terkait kepemimpinan, Iwan menyoroti tiga hal penyebab kemunduran bangsa, pertama kurangnya jiwa nasionalisme dari pemimpin, kedua minimnya kualitas pendidikan dan ketiga pembentukan kultur-kultur yang dianggap benar.
“Pemimpin perubahan itu dituntut berintegritas tinggi, multi skill dan memahami banyak bidang dengan berani mengubah kultur dan bertindak cepat. Itu menjadi landasan kita untuk menghadapi masa depan,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Umum GMRI Eko Sriyanto Galgendu mengatakan para pemimpin harus memperkuat kembali sistem ekonomi bangsa untuk menuju negara maju.
Dirinya melihat di tengah pandemi COVID-19 terjadi perang siber antar negara dengan memakai beberapa media propaganda untuk melakukan serangan psikologi. Rekonsilisasi ekonomi negara yang dimaksud menurut Eko yakni memperkuat kembali negara atau wadah dengan memiliki sistem ekonomi yang kuat guna mencapai tujuan yang telah diproyeksikan.
“Di sisi lain bangsa ini masih saja ribut dengan kondisi politik di dalam negeri,” kata Eko.
Selanjutrnya, Direktur Utama PT Harta Mulia Wima Brahmantya menjelaskan kondisi politik Indonesia selalu panas padahal politik harusnya menjadi penyejuk di tengah demokrasi.
Harusnya politik dan politikus negeri bertugas untuk menyejahterakan Bangsa Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki.
“Mengutip Bung Hatta, demokrasi ekonomi tidak akan tercapai tanpa adanya persaudaraan. Saat ini kondisi warga di daerah pecah gara-gara pilkada, padahal, hal terpenting yang diinginkan pengusaha, yaitu keamanan,” katanya
Kemudian hal itu menurut dia baru bisa terwujud jika pemimpin itu kuat, tidak ada beban dan mandiri.
“Kita sering lupa, filosofi kepemimpinan kita yang paling dikubur dalam-dalam oleh parlemen yakni sila keempat Pancasila, yaitu keberpihakan kepada rakyat, itu bisa diwujudkan apabila negeri ini dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, dan harusnya lahir melalui mekanisme musyawarah mufakat,” ujarnya. (Red)