ANGGOTA Komisi III DPR, Habiburokhman mempertanyakan kebijakan pemerintah yang melarang aktivitas Front Pembela Islam (FPI) dan akan menghentikan setiap kegiatan organisasi itu, apakah sudah sesuai dengan mekanisme UU Nomor 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
“Kami mempertanyakan apakah pembubaran FPI itu sudah dilakukan sesuai mekanisme UU Ormas, khususnya pasal 61 yang harus melalui proses peringatan tertulis, penghentian kegiatan dan pencabutan status badan hukum,” kata Habiburokhman, Rabu (30/12).
Ia juga mempertanyakan apakah kebijakan itu sudah dikonfirmasi secara hukum terhadap hal-hal negatif yang dituduhkan kepada FPI.
Menurut dia, terkait dugaan keterlibatan anggota FPI dalam tindak pidana terorisme, apakah sudah dipastikan bahwa tindakan itu terjadi mengatasnamakan FPI.
“Sebab jika hanya oknum yang melakukannya, tidak bisa serta-merta dijadikan legitimasi pembubaran FPI. Kita bisa mengacu pada kasus kader partai politik yang ditangkap karena korupsi, tidak bisa dikatakan partainya yang melakukan korupsi dan harus dibubarkan,” ujarnya.
Politisi Partai Gerindra itu sepakat dengan semangat pemerintah agar jangan ada organisasi yang dijadikan wadah bangkitnya radikalisme dan intoleransi. Namun dia menilai setiap keputusan hukum harus dilakukan dengan memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyatakan pemerintah menghentikan kegiatan dan aktivitas FPI dalam bentuk apapun.
“Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang akan dilakukan karena FPI tak lagi mempunyai legal standing baik sebagai ormas maupun sebagai organisasi biasa,” kata Mahfud saat jumpa pers di Kantor Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. (Red)