AKSIPOST – Permintaan dan permohonan maaf Kapolda Sumatera Selatan Irjen Eko Indra Heri dianggap sebagai hukuman atas ketidakcermatannya terhadap donasi Rp 2 triliun dari keluarga Almahum Akidi Tio melalui anak bungsunya Heryanty.
Begitu pendapat Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Aplha) Azmi Syahputra.
Sikap meminta maaf Kapolda Sumatera Selatan ini adalah sebagai hukuman dalam perkara kontroversi atas sumbangan 2 triliun tersebut.
Sekaligus wujud tanggung jawab moral dan jabatan yang melekat pada dirinya, kata Azmi.
Melalui pernyataan maaf itu, lanjut Azmi, Irjen Eko Indra Heri sadar bahwa tindakan dan langkahnya gegabah soal donasi yang menyedot perhatian publik itu.
Eko Indra, dianggap tidak teliti atas keterangan, informasi, dokumen yang lengkap dan ketidaksesuaian fakta dari si penyumbang.
Serta menunjukan sikap abai atas asas proporsionalitas yang semestinya sebagai pimpinan Kepolisian mengutamakan keseimbangan antara kewajiban dan hak.
Yang lebih fatal, menurut Azmi, mantan AsSDM Polri itu telah melanggar asas profesionalitas yang semestinya dalam tugasnya mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan perundang-undangan.
“Akibatnya ia sampai terkecoh atas keterangan penyumbang yang semestinya tidak dapat dipercaya,” tandasnya.
Sangat disayangkan, bahwa seharusnya Irjen Eko Indra Heri lebih cermat, prediktif sebagaimana konsep Polri Presisi seharusnya jalan dalam melihat sebuah keadaan.
Apakah tawaran dan hal-hal yang diajukan oleh si penyumbang memiliki kolerasi yang jelas dan dapat dioperasionalkan.
“Disinilah letak ketidakcermatannya sebagai pemimpin dan kasus ini harus menjadi perhatian buat semua pimpinan,” imbuh Azmi.
Namun terlepas dari itu, Azmi mengatakan, sebagai upaya meredakan kegaduhan kisah simbolis sumbangan 2Triliyun dalam masyarakat, maka dengan sikap Kapolda Sumsel yang terlebih dahulu meminta maaf kepada pihak yang tidak bersalah dalam hal ini Kapolri termasuk pada khalayak publik sebagai wujud pertanggungjawaban, sekaligus juga menjadi titik terang bahwa uang 2 triliun yang mau disumbangkan itu tidak ada wujud nyatanya.
“Dari permintaan maaf ini mengirimkan sinyal bahwa kisah prank sumbangan tingkat nasional ini telah selesai tuntas,” kata Azmi. (WE)