JAMBI – Perpanjangan PPKM Level 4 di luar Jawa dan Bali hingga 23 Agustus 2021 mendatang membuat pelaku usaha di Jambi pasrah setelah sebelumnya para pelaku usaha berjuang bertahan di tengah pandemi.
Salah satunya diungkapkan oleh Ketua Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (ASITA) Jambi, Ade Dewi mengatakan dirinya bersama pelaku travel agent lainnya sudah pasrah dengan kondisi saat ini yang berdampak sangat besar bagi industri pariwisata.
“Jangankan kami travel agent, perusahaan maskapai aja susah, ” katanya Rabu (11/8).
Ade mengatakan, agar bisa bertahan di tengah pandemi banyak pelaku usaha agen perjalanan yang beralih profesi demi memenuhi kebutuhan sehari-hari saat pandemi.
Sebagai sesama pelaku usaha yang terdampak, dirinya mengakui para anggota ASITA saling support agar dapat bertahan saat pandemi dan penerapan PPKM.
“Kita nggak bisa diam saja, harus cari peluang. Ada beberapa teman-teman yang berkebun, jualan dan sebagainya. Kami suport semua pelaku usaha industri pariwisata untuk bangkit, ” tegasnya.
Kegelisahan para pelaku usaha agen perjalanan ini tidak sampai disini. Dijelaskan Ade, dampak yang dirasakan bukan hanya dari pembatasan wisata saja namun adanya aturan yang semakin ketat pada industri penerbangan juga berdampak dengan travel agen.
Hal ini dikatakannya mendorong pergeseran mobilitas masyarakat dengan menggunakan jalur darat.
“Kalau cuma wisata saja yang ditutup kita masih aman bisa jual tiket pesawat. Tapi sekarang penerbangan juga dibatasi, lihat hanya berapa penerbangan untuk di Jambi saat ini, persyaratan penerbangan juga banyak jadi masyarakat pilih jalur darat, ” jelasnya
Meski begitu, diakuinya pihaknya tetap harus mendukung kebijakan PPKM yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi penyebaran Covid-19. Pihaknya juga mengajak pelaku travel agen untuk ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan vaksinasi Covid.
Senada, Pemilik Coffee Shop di Kota Jambi, Topan mengatakan penerapan PPKM level 4 memang membuat pelaku usaha cafe dan restoran harus banyak mengalami kerugian.
“Sekarang jam makan di tempat dibatasi, itu membuat pengunjung tidak nyaman. Bagi kami pemilik cafe dengan konsep ‘tempat nongkrong’ sedikit susah jika ada batasan jam makan dan sebagainya, ” ujarnya.
Diakui Topan, penerapan PPKM membuat pelaku usaha harus mengalami penurunan omset. Meski pengunjung dapat melakukan take away namun hal tersebut tidak berdampak terlalu besar untuk penambahan omset.
“Kami minta untuk jam operasional bisa seperti semula, kalau jumlah pengunjung agar tidak terjadi kerumunan kami yakin bisa mengantisipasinya, ” paparnya. (Anta)