JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit bank bagi nasabah dari semula berakhir pada 31 Maret 2022 menjadi 31 Maret 2023.
Perpanjangan ini berlaku bagi bank umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan BPR Syariah.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan kebijakan ini diambil untuk meringankan beban nasabah di tengah pandemi covid-19. Selain itu, untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.
“Untuk menjaga momentum itu dan memitigasi dampak dari masih tingginya penyebaran covid-19 maka masa berlaku relaksasi restrukturisasi kami perpanjang hingga 2023,” ucap Wimboh dalam keterangan resmi, Kamis (2/9).
Anggota Dewan Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menambahkan kebijakan ini diberikan karena regulator menyadari bahwa kondisi pandemi covid-19 membuat bank perlu membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Sementara nasabah perlu keringanan beban untuk menata kembali usahanya dan pendapatannya.
Kendati begitu, ia meminta bank tetap memperhatikan aspek manajemen risiko terhadap kredit yang akan diberikan restrukturisasi.
Manajemen risiko ini dapat dilakukan melalui, pertama, menentukan kriteria nasabah restrukturisasi yang layak mendapatkan perpanjangan.
“Penerapan self assessment terhadap debitur yang dinilai mampu terus bertahan, masih memiliki prospek usaha, dan oleh karena itu layak mendapatkan perpanjangan,” ujarnya.
Kedua, bank membentuk CKPN bagi nasabah yang dinilai tidak mampu bertahan setelah restrukturisasi diberikan. Ketiga, bank perlu mempertimbangkan rencana pembagian dividen dengan melihat ketahanan modal atas CKPN yang harus dibentuk.
Keempat, bank perlu melakukan stress testing dari dampak restrukturisasi terhadap permodalan dan likuiditas bank.
Ketentuan selengkapnya tertuang di POJK tentang Perubahan Kedua atas POJK Stimulus Covid-19 dan POJK tentang Perubahan Kedua atas POJK Kebijakan Stimulus BPR/BPRS yang akan segera dikeluarkan.