JAKARTA – Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo buka suara terkait rekor tertinggi cadangan devisa (cadev) RI yang mencapai US$ 144,8 miliar pada Agutus 2021.
Salah satu penyebab naiknya cadev RI pada bulan lalu salah satunya karena adanya alokasi umum hak penarikan khusus atau Special Drawing Rights (SDR) dari International Monetary Fund (IMF).
Dody menjelaskan SDR merupakan instrumen keuangan yang dikeluarkan IMF dan dapat digunakan untuk transaksi keuangan negara-negara anggotanya.
“Pada 2021, IMF menambah alokasi SDR dan mendistribusikannya kepada seluruh negara anggota, termasuk Indonesia, secara proporsional sesuai kuota masing-masing,” ujar Dody, Selasa (7/9/2021).
Cadev RI pada Agustus 2021 bertambah US$ 7,5 miliar dibandingkan dengan posisi Juli 2021 yang sebesar US$ 137,3 miliar.
Dalam rilis resmi BI dijelaskan, peningkatan posisi cadev pada Agustus 2021 tersebut terutama karena adanya tambahan alokasi umum SDR sebesar US$ 4,46 miliar SDR atau setara dengan US$ 6,31 miliar yang diterima dari IMF.
Dody menjelaskan, alokasi SDR kali ini untuk mendukung ketahanan dan stabilitas ekonomi global dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19, membangun kepercayaan pelaku ekonomi, sekaligus memperkuat cadangan devisa global.
“Tambahan alokasi SDR tersebut didistribusikan kepada negara-negara anggota IMF bukan pinjaman dan tanpa biaya karena sifatnya sebagai tambahan cadangan,” jelas Dody.
Konversi SDR ke USD menggunakan kurs yang ditentukan IMF. Dari waktu ke waktu, kata Dody, IMF memberikan tambahan alokasi SDR untuk mendukung stabilitas ekonomi dan pasar keuangan global jika dipandang terdapat kebutuhan dan disepakati oleh seluruh anggota IMF.
Dihubungi terpisah, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Hariyadi Ramelan mengungkapkan posisi aset atau kewajiban SDR Indonesia per 6 September 2021 sebesar SDR 5,569 miliar atau setara dengan US$ 7,927 miliar.
Hariyadi menekankan, SDR yang terjadi pada Agustus 2021, berbeda dengan kondisi SDR pada krisis moneter.
“Pada tahun 1998 IMF memberikan bantuan atas dasar permintaan pemerintah Indonesia yang sedang menghadapi krisis keuangan,” jelas Hariyadi.
“Namun untuk bantuan SDR bulan Agustus 2021 merupakan inisiatif dari IMF sendiri untuk memberikan bantuan dalam bentuk tambahan SDR kepada seluruh negara anggotanya,” lanjutnya.
Sebagai gambaran, pada krisis moneter 1998, pemerintah Indonesia terpaksa meminta bantuan kepada IMF, yang ditandai dengan penandatanganan Letter of Intent (LoI) oleh Presiden Soeharto dan Direktur IMF Michael Camdesus pada Januari 1998.
Selama mengalami krisis ekonomi, IMF menyetujui pinjaman untuk Indonesia sebesar 17,36 miliar SDR setara US$ 23,53 miliar. Namun, yang dicairkan hanya sebesar 11,1 miliar SDR atau sekitar US$ 14,99 miliar.
“Ada skim perhitungan cost/revenue, namun relatif tidak memberatkan seperti utang komersial. Makanya namanya hak tarik khusus atau SDR. Khusus untuk alokasi ini diinisiasi oleh IMF terhadap anggotanya untuk penguatan cadev dan neraca pembayaran,” jelas Hariyadi.