JAKARTA – Keinginan PDIP Jakarta dan PSI Jakarta ngerjain Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melalui pengajuan hak interpelasi, sulit kesampean.
Pasalnya, tujuh Fraksi DPRD DKI sudah tegas menolak interpelasi itu. Dengan kondisi ini, interpelasi pun mentok. Ibarat peribahasa, PDIP-PSI nafsu besar tapi tenaga kurang.
Pengajuan hak interpelasi ini terkait dengan kebijakan Anies tetap menggelar balapan mobil listrik Formula E.
PDIP dan PSI mengajukan usulan penggunaan hak interpelasi ke Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi sejak 26 Agustus lalu.
Berbekal usulan itu, Prasetyo menjadwalkan Rapat Paripurna untuk memutuskan diterima atau tidaknya usulan itu, pagi ini, sekitar pukul 10.00 WIB. “Besok (hari ini, red) Paripurna,” ucap Pras, kepada wartawan, kemarin.
Politisi PDIP ini memastikan, Rapat Paripurna itu sah. Sebab, berdasarkan Tata Tertib, usulan penggunaan hak interpelasi bisa dilakukan oleh minimal 15 anggota DPRD dari lebih dari satu fraksi.
“15 orang sudah cukup untuk (usulkan) interpelasi,” imbuhnya.
Namun, pelaksanaan Rapat Paripurna ini cukup berat. Untuk membahas hak interpelasi, Rapat Paripurna harus dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota atau 50 persen plus 1.
Saat ini, anggota DPRD DKI Jakarta berjumlah 105 setelah Ketua Fraksi PKS meninggal dunia pertengahan Agustus 2021. Artinya, Rapat Paripurna itu minimal harus diikuti 53 orang.
Saat ini, Kursi PDIP di DPRD DKI ada 25 kursi. Sedangkan PSI ada 8 kursi. Total, baru 33 kursi. Masih kurang 20 kursi lagi.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik memastikan, tujuh fraksi dan empat Wakil Ketua DPRD DKI tidak akan menghadiri Rapat Paripurna.
Ketujuh partai yang dimaksud itu adalah Gerindra, PKS, Demokrat, PAN, NasDem, Golkar, dan PKB-PPP. Jika ketujuh fraksi tidak hadir, Rapat Paripurna pun tidak bisa dilaksanakan.
Taufik juga menuding, Rapat Paripurna itu hari ini ilegal.
“Rapat Paripurna interpelasi itu ilegal. Karena rapatnya ilegal, maka hasil produksinya menjadi ilegal juga,” tegas politisi Partai Gerindra ini, dalam konferensi pers di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, kemarin.
Menurut dia, tindakan Prasetyo menjadwalkan Rapat Paripurna melanggar Pasal 80 Ayat (3) Tata Tertib DPRD DKI.
Ketentuan itu menyebutkan, setiap surat undangan rapat yang dikeluarkan wajib diteken Ketua DPRD DKI Jakarta, dan setidaknya mendapat paraf dua wakil ketua. Sedangkan dalam undang Rapat Paripurna hari ini, hanya diteken Pras.
“Ini kan namanya bentuk pelanggaran tatib sendiri. Masa tatib yang disahkan dan Pras yang mengetuk palunya, dia sendiri yang melanggar,” sindirnya.
Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Achmad Yani mengungkapkan hal serupa.
Dia bercerita, awalnya rapat Badan Musyawarah DPRD kemarin hanya mengagendakan tujuh poin kesepakatan di luar interpelasi Formula E. Tiba-tiba, ada penjadwalan Rapat Paripurna interpelasi Formula E.
“Telah terjadi pelanggaran Tatib. Dengan ini, otomatis Paripurna untuk hak interpelasi ini saya kira tidak sah,” ucap Yani.
Ketua fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta Basri Baco pun menolak Rapat Paripurna ini. Ia bahkan akan memberi sanksi bagi anggota Fraksi Golkar yang menghadiri Rapat Paripurna interpelasi Anies.
“Menurut Golkar, Rapat Paripurna ilegal dan tidak sesuai ketentuan dan Tatib yang berlaku,” ucapnya.
Ketua Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta Bambang Kusumanto juga memastikan, anggotanya tidak akan menghadiri Rapat Paripurna interpelasi.
Ia memandang, persoalan Formula E dapat ditanyakan secara formal dalam rapat-rapat Dewan lainnya, bukan interpelasi.
Anies sudah berkomentar soal interpelasi itu. Ia mengaku tidak risau dengan langkah PDIP dan PSI.
Anies menegaskan, dirinya lebih memikirkan kepentingan warga di tengah pandemi Covid-19 ketimbang masalah interpelasi Formula E.
“Bagi kami, yang penting warga Jakarta, bukan interpelasi. Yang terpenting adalah warga Jakarta selamat, warga Jakarta bisa bekerja dengan baik, kondisi pandemi tertangani dan kemudian kita bisa maju menjadi kota yang lebih tangguh,” kata Anies.