JAMBI – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil enam saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2018 dengan tersangka Anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 Fahrurozzi (FR) dan kawan-kawan.
Pemeriksaan enam saksi tersebut dilakukan di Gedung Kepolisian Daerah Jambi, Kota Jambi.
“Hari ini, pemeriksaan saksi dugaan tindak pidana korupsi suap terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2018 dengan tersangka FR dan kawan-kawan,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (6/10).
Mereka yang dipanggil, yaitu tiga Anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 Eka Marlina, Yanti Maria Susanti, dan Kusnindar, Anggota DPRD Provinsi Jambi 2019-2024 Yuli Yuliarti, Pratiwi Annisa selaku ibu rumah tangga, dan Desnarson Madyanto dari pihak swasta.
Selain Fahrurozzi, KPK saat ini juga masih melakukan penyidikan terhadap tiga tersangka lainnya yang merupakan Anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019, yaitu Arrakhmat Eka Putra (AEP), Wiwid Iswhara (WI), dan Zainul Arfan (ZA).
Empat tersangka itu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam konstruksi perkara, KPK menduga para unsur pimpinan DPRD Jambi meminta uang “ketok palu”, menagih kesiapan uang “ketok palu”, melakukan pertemuan untuk membicarakan hal tersebut, meminta jatah proyek dan/atau menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp600 juta per orang.
Para unsur pimpinan fraksi dan komisi di DPRD Jambi diduga mengumpulkan anggota fraksi untuk menentukan sikap terkait dengan pengesahan RAPBD Jambi, membahas, dan menagih uang “ketok palu”, menerima uang untuk jatah fraksi sekitar dalam kisaran Rp400 juta hingga Rp700 juta untuk setiap fraksi, dan/atau menerima uang untuk perorangan dalam kisaran Rp100 juta, Rp140 juta atau Rp200 juta.
Khusus untuk para tersangka yang duduk di Komisi III diduga telah menerima masing-masing Fahrurozzi sekitar Rp375 juta, Arrakhmat Eka Putra sekitar Rp275 juta, Wiwid Iswhara sekitar Rp275 juta, dan Zainul Arfan Sekitar Rp375 juta.
Sebelumnya dalam kasus tersebut, KPK telah menetapkan 18 tersangka dan saat ini telah diproses hingga persidangan. Adapun para pihak yang diproses tersebut terdiri dari gubernur, pimpinan DPRD, pimpinan fraksi DPRD, dan pihak swasta.
Kasus tersebut diawali dengan kegiatan tangkap tangan pada 28 November 2017. Dalam perkembangannya, KPK mengungkap bahwa praktek uang “ketok palu” tersebut tidak hanya terjadi untuk pengesahan RAPBD Tahun Anggaran 2018, namun juga terjadi sejak pengesahan RAPBD Tahun Anggaran 2017.