JAKARTA – Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) memproyeksikan ekspor batu bara pada 2022 berada di level 440-445 juta ton.
Ekspor tersebut dengan asumsi harga masih tinggi, dan produksi nasional sama dengan rencana 2021 sebesar 625 juta ton, dengan konsumsi domestik 175-180 juta ton.
Ketua Umum Perhapi Rizal Kasli mengatakan dengan harga batu bara yang moncer saat ini produsen akan berupaya meningkatkan produksinya dengan cara menggenjot produktivitas dan menambah jumlah alat serta lokasi kerja.
Menurut dia produsen tambang tidak dapat serta merta menggenjot produksinya secara besar-besaran. Pasalnya, banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti investasi alat berat dan fasilitas penunjang, tenaga kerja, ketersediaan lokasi kerja, dan lainnya.
“Ketika memutuskan penambahan produksi. Secara umum kenaikan produksi tambang dapat dilakukan, namun sifatnya gradual, 5-10% dari kapasitas terpasang tahun berjalan produksi,” ujarnya, Selasa (19/10).
Menurut Rizal jika semua perusahaan tambang batu bara menaikan produksinya pada 2022, maka produksi nasional bisa mencapai 650 juta ton.
Sehingga perlu diantisipasi, jika produksi nasional tidak dikontrol dengan ketat kemungkinan terjadi kelebihan pasokan yang dapat menekan harga batu bara.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai kenaikan harga batu bara telah dilihat pemerintah ketika Kementerian ESDM beberapa waktu lalu memutuskan untuk menambah kuota produksi batu bara tahun ini sebesar 75 juta ton dari 550 juta ton menjadi 625 juta ton.
Hanya saja, sejauh ini dari target produksi batu bara untuk kebutuhan ekspor sebesar 487,5 juta ton. Realisasinya hingga kini baru mencapai 232,90 juta ton.
“Jadi masih jauh dari target yang ditetapkan. Jadi ini benar benar harus dioptimalkan. Momentum ini tidak mungkin datang terus menerus,” katanya.
Hubungan Cina dengan Australia yang kurang mesra saat ini juga menjadi peluang bagi Indonesia untuk memasok batu bara dan meraup pendapatan sebesar-besarnya.
Meski begitu, Mamit berpesan agar kegiatan eksplorasi di sektor batu bara tidak dilupakan.
“Jangan sampai hanya produksinya digenjot, di akhir kita kekurangan batu bara. Optimalisasi boleh dilakukan, saya kira sama dengan pemanfaatan gas alam juga. Kegiatan eksplorasi untuk batu bara juga dilakukan,” katanya.
Meskipun harga batu bara tengah moncer, perusahaan tambang dalam negeri menyatakan mengalami sejumlah kendala dalam menggenjot kapasitas produksi. Seperti tingginya curah hujan di wilayah operasi tambang.
“Di dalam negeri cuaca menjadi tantangan utama bagi operasional. Curah hujan cukup tinggi di beberapa daerah di Kalsel dan Kaltim,” ujar General Manager Legal & External Affairs PT Arutmin Indonesia Ezra Sibarani. (Katadata)