JAMBI – Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Jambi, Budidaya, disebut-sebut ikut menerima aliran uang korupsi pemotongan insentif pajak pegawai BPPRD Kota Jambi.
Keterlibatan Budidaya, diungkap oleh saksi-saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jambi, pada sidang dengan terdakwa mantan Kepala BPPRD Kota Jambi, Subhi, Kamis lalu (21/10).
Budidaya disebut menerima uang senilai Rp 60 juta pada tahun 2018 yang merupakan uang potongan insentif pajak. Budidaya disebut menerima uang dalan 2 tahap, Rp 40 juta dan Rp 20 juta.
Uang sejumlah Rp 60 juta itu sebenarnya sudah dikembalikan Budidaya, sayangnya uang itu dikembalikan justru di saat Kejaksaan tengah menyidik perkara ini pada 2020. Namun uang itu juga diambil terdakwa, Subhi.
“Sudah dikembalikan semua. Setelah dikembalikan, ada yang diambil oleh Kaban (terdakwa Subhi, red) dan dipergunakan untuk keperluan kantor,” ungkap Dina Hermina, Bendahara BPPRD dalam sidang dipimpin Yandri Roni.
Uang yang tersisa sejumlah Rp 30 juta diperlihatkan Penasehat Hukum Terdakwa Subhi, Bahrul Ilmi Yakup.
“Apakah ini uang yang diambil diserahkan Sekda?” tanya penasehat hukum dan dibenarkan saksi Dina.
Uang itu diserahkan sebagai bukti pengembalian.
“Uang itu dikembalikan karena memang Sekda Budidaya tidak berhak menerimanya karena sekda sudah menerima TPP,” tegasnya.
Saksi lain pun membenarkan aliran perkara korupsi pemotongan insentif ASN di Badan Pengelola Pajak dan Retribusi (BPPRD) Kota Jambi, kurun waktu 2017-2019, seperti Aniek Puspa Rini.
Hanya saja Aniek tidak mengetahui jumlah uang yang diberikan kepada Sekda.
“Untuk sekda tahun 2018, tapi saya tidak tahu berapa jumlahnya,” tegasnya.
Sementara Astri Liliani, saksi lain yang dihadirkan JPU, mengungkapkan, isentifnya pun dipotong oleh terdakwa Subhi.
Sejatinya saksi menerima isentif sekitar Rp 90 juta, namun dipotong Rp 30 juta. Seperti saksi-saksi lainnya, Lili pun membuat surat pernyataan bersedia menerima pemotongan isentif dengan tanggal mundur.
“Surat pernyataan dibuat tahun 2020, setelah kasus ini diselidiki oleh kejaksaan. Surat pernyataan itu dibuat mundur, yakni tahun 2018. Isinya saya bersedia isentif dipotong.”