JAKARTA – Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo ‘menyentil’ anggotanya. Dalam sambutannya di penutupan pendidikan Sespimti Polri Dikreg ke-30, Sespimen Polri Dikreg ke-61 dan Sespimma Polri Angkatan ke-66, ia banyak membahas soal kepemimpinan, implementasi program Presisi, hingga ‘ultimatum’ setelah rentetan preseden buruk yang dilakukan anggota Polri sendiri.
Awalnya Sigit menekankan, dalam menjalankan tugas, pemimpin tidak boleh mudah terpancing emosinya. Hal itu menurutnya dapat berpengaruh pada tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat.
“Turun langsung ke lapangan agar tahu apa yang dirasakan masyarakat dan anak buah. Jaga emosi, jangan terpancing. Emosi mudah meledak akan akibatkan perbuatan yang tidak terukur. Apalagi diberikan kewenangan oleh undang undang maka tindakan tidak tersebut akan berpotensi menjadi masalah,” ujar Sigit dalam acara tersebut yang digelar di Lembang, Jawa Barat, Kamis (28/10/2021).
Menurut eks Kabareskrim Polri ini, pemimpin harus mampu menjadi teladan bagi semua pihak. Ini selajur dengan semangat dari lahirnya konsep Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan atau Presisi.
Sigit menyatakan, konsep Presisi akan bisa dirasakan oleh masyarakat dan internal kepolisian, apabila benar-benar diimplementasikan dengan baik. Dengan melaksanakan gagasan itu, maka Polri akan menjadi institusi yang semakin diharapkan oleh masyarakat Indonesia.
“Itu yang saya tuangkan dalam konsep Presisi. Bagaimana kita menghadirkan pemolisian yang prediktif, responsibilitas dan mampu melaksanakan semua secara transparan dan memenuhi rasa keadilan. Ini menjadi harapan masyarakat dan tugas rekan-rekan untuk mampu mewujudkan semua ini dari level pemimpin sampai dengan pelaksana,” kata Sigit.
Konsep ini memang ditujukan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusinya. Sigit mengklaim hasil beberapa survei, yang sayangnya tak ia rincikan, menunjukkan adanya peningkatan kepercayaan terhadap institusi Polri di pertengahan tahun. Namu belakangan tren positif kepercayaan itu mengalami penurunan karena adanya beberapa perbuatan anggotanya yang di luar SOP.
“Kemudian survei di awal Oktober kita turun, karena adanya penyimpangan anggota yang viral dengan cepat dengan didukung perkembangan teknologi informasi dalam dunia media. Ketika banyak anggota yg viral, maka itu menjadi koreksi bagi kita masyarakat,” aku Sigit.
Maka dari itu, sambung dia, perbuatan yang dilakukan oleh personel bila bersifat positif maka dampaknya juga terasa untuk organisasi. Ia menilai, persepsi itu muncul menjadi generalisasi. Dalam pantauannya, Sigit meyakini masih banyak polisi yang baik dibanding oknum, sehingga ia berharap anggotanya memanfaatkan perkembangan teknologi untuk memunculkan terobosan kreatif dan positif.
Terkait kepemimpinan, Sigit pun mengutip peribahasa, ‘Ikan Busuk Mulai dari Kepala’. Artinya, segala permasalahan internal di kepolisian, dapat terjadi karena pimpinannya bermasalah atau tidak mampu menjadi teladan bagi jajarannya.
“Ada pepatah, ikan busuk mulai dari kepala, kalau pimpinannya bermasalah maka bawahannya akan bermasalah juga. Pimpinan harus jadi teladan, sehingga bawahannya akan meneladani. Karena kita tidak mungkin diikuti kalau kita tidak memulai yang baik, kita tidak mungkin menegur kalau tidak jadi teladan, harus mulai dari pemimpin atau diri sendiri. Ini yang saya harapkan rekan-rekan mampu memahami,” Sigit memaparkan.
Sebagai Kapolri, Sigit memastikan, dirinya beserta pejabat utama Mabes Polri memiliki komitmen untuk memberikan penghargaan atau reward bagi personel yang menjalankan tugasnya dengan baik dan bekerja keras untuk melayani serta mengayomi masyarakat.
“Saya dan seluruh pejabat utama memiliki komitmen kepada anggota yang sudah bekerja keras di lapangan, kerja bagus, capek, meninggalkan anak-istri. Akan selalu komitmen berikan reward, kalau saya lupa tolong diingatkan,” tegas Sigit.
Namun sebaliknya, sanksi tegas akan diberikan kepada seluruh personel yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik, atau melanggar aturan yang ada.
Bahkan, Sigit tak ragu untuk menindak pimpinannya apabila tidak mampu menjadi tauladan bagi jajarannya, apabila ke depannya masih melanggar aturan. Menurut Sigit, semua itu dilakukan untuk kebaikan Korps Bhayangkara.
“Namun terhadap anggota yang melakukan kesalahan dan berdampak kepada organisasi maka jangan ragu melakukan tindakan. Kalau tak mampu membersihkan ekor maka kepalanya akan saya potong. Ini semua untuk kebaikan organisasi yang susah payah berjuang. Menjadi teladan, pelayan dan pahami setiap masalah dan suara masyarakat agar kita bisa ambil kebijakan yang sesuai,” tutur Sigit.