JAMBI – Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Jambi, Budidaya, mengaku menerima uang puluhan juta dari BPPRD Kota Jambi yang ditenggarai adalah uang pemotongan insentif pajak.
Budidaya menjadi saksi dalam sidang perkara korupsi pemotongan insentif pajak BPPRD Kota Jambi, Kamis (28/10).
Dalam kesaksiannya, Budidaya mengaku menerima uang sebanyak Rp 60 juta.
Uang sejumlah itu kemudian dikembalikan Budidaya setelah Kejari Jambi menyidik perkara itu.
Karena khawatir dengan uang yang diterimanya pada 2018 itu ada kaitannya, uang itu dikembalikan pada September 2020.
Sidang perkara korupsi dengan terdakwa mantan Kepala BPPRD Kota Jambi, Subhi, dipimpin majelis hakim yang diketuai Yandri Roni, bersama dua hakim anggota, Yofistian dan Yasinta Manalu.
Diceritakan Budidaya setelah ditanya Penuntut Umum Kejari Jambi, Gempa Awaljon, pada 2018 seharusnya Budidaya tidak menerima insentif penagihan pajak BPPRD. Alasannya, dia sudah memilih untuk menerima TPP.
Namun, pada 2018 itu pula, dia justru mendapat sejumlah uang setiap triwulan, Rp 15 juta per triwulan. Total selama 2018 dia mendapat Rp 60 juta. Dan itu dibenarkan oleh Budidaya.
“Saya harus memilih TPP atau insentif, saya memilih TPP sehingga saya tidak berhak menerima insentif. Pada 2017 saya tidak menerima insentif,” kata Budidaya.
“Pada saat penggeledahan kami menemukan kuitansi di ruang Keuangan (BPPRD) tertulis telah diterima dari Budidaya sejumlah Rp 60 juta untuk pembayaran pengembalian uang yang diterima setiap triwulan pada 2018. Tolong saudara jelaskan!” kata JPU Gempa Awaljon.
“Pada 2018 saya menerima dari Sekretaris (Irvany Wijaya) dan Kasubag Keuangan (Astri Liliani) setiap triwulan. Saya tidak tahu uang dari mana. Pada saat ada masalah ini, saya inisiatif sendiri (mengembalikan) sebanyak Rp 60 juta. Saya berikan dalam 2 tahap,” terang Budidaya.
“Karena ada penyelidikan tentang insentif, saya merasa apakah uang yang saya terima adalah potongan, jadi saya kembalikan,” kata Budidaya
“Pada saat saudara menerima apakah saudara tanya sumber dana tersebut?” tanya JPU.
“Katanya ini bantuan,” kata Budidaya.
Setelah Budidaya menjawab semua pertanyaan dari JPU, giliran Pengacara terdakwa Subhi, Bahrul Ilmi yang memberikan pertanyan kepada Budidaya.
“Apakah saksi tahu kalau pegawai negeri tidak boleh menerima bantuan, apalagi terkait jabatan?” kata Bahrul.
“Iya betul. Karena saya menganggap itu bantuan. Mungkin mereka menganggap saya membantu pekerjaan mereka,” kata Budidaya.