JAMBI – Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi menuntut mantan Kepala BPPRD Kota Jambi, Subhi 5 tahun penjara, kemarin, Senin (29/11).
Subhi diyakini bersalah melakukan tindak pidana korupsi atas pemotongan insentif pajak di BPPRD Kota Jambi, tahun 2017, 2018, dan 2019. Perbuatan diancam dengan pidana sebagaimana Pasal 12 huruf e UU RI nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberant asanTindak Pidana Korupsi.
Dalam surat tuntutannya, Penuntut Umum Dian Susanty, menuntut majelis hakim memutuskan, menyatakan Terdakwa Subhi terbukri secara sah melakukan tindak pidana korupsi.
Subhi dianggap melakukan tindak pidana dengan menggunakan kekuasaannya. Serta perbuatannya dianggap sebagai perbuatan yang berlanjut.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Subhi, selama 5 tahun penjara,” kata penuntut umum pada persidangan dengan majelis hakim yang diketuai Yandri Roni, di Pengadilan Tipikor Jambi.
Selain pidana penjara, Subhi, juga dibebankan membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider 2 bulan penjara.
Dalam surat tuntutan itu juga, penuntut umum menyatakan jika barang bukti berupa dokumen, sebagian tetap dalam lampiran perkara, dan sebagian dikembalikan ke BPPRD Kota Jambi.
Sementara sejumlah uang yang disita dari para saksi, dikembalikan ke saksi. Kemudian surat tanah yang dijadikan agunan oleh Subhi dikembalikan kepada yang berhak (ipar Subhi) melalui terdakwa Subhi.
Sebelumnya, dalam persidangan lalu, pengacara terdakwa sempat mengembalikan uang sejumlah Rp 30 juta.
Uang itu merupakan uang pengembalian dari Sekda Kota Jambi, Budidaya. Dalam persidangan, Budidaya, mengaku menerima uang dari BPPRD Kota Jambi, sejumlah Rp 60 juta pada 2018.
Namun, setelah mengetahui jika perkara pemotongan insentif pemungutan pajak sedang disidik oleh Kejaksaan Negeri Jambi, Budidaya mengembalikan uang itu.
Sisa pengembalian Sekda, senilai Rp 30 juta itu juga dimuat dalam surat tuntutan.
Namun, penuntut umum meminta hakim menyatakan agar uang sejumlah Rp 30 juta itu dikembalikan kepada yang berhak, melalui Terdakwa Subhi. Tidak terperinci siapa yang berhak menerima uang itu.
Uang itu juga merupakan bukti jika Sekda ikut menikmati uang hasil pemotongan insentif pegawai BPPRD.
Menurut, Kasi Intel Kejari Jambi, Wesli Sirait, yang dihubungi seuasi sidang, uang Rp 30 juta itu merupakan hasil potongan milik saksi (pegawai BPPRD), dan disita saat sidang dari Terdakwa.
“Makanya uang itu dikembalikan melalui terdakwa,” kata Wesli.
Mengenai siapa yang berhak, kata Wesli, dia juga tidak tahu, karena tidak disebutkan secara terperinci (hasil potongan dari siapa).
“Begitu uang potongan terkumpul, itu lah yang diberikan ke Sekda,” kata Wesli menambahkan.
Mengenai keterlibatan Sekda serta upaya hukum terhadap Sekda, Wesli, hanya bilang harus menunggu perkembangan selanjutnya.
Untuk diketahui, Subhi, terjerat kasus korupsi karena memotong insentif pemungutan pajak dari para pegawainya.
Pemotongan dilakukan selama 3 tahun berturut-turut. 2017,2018, dan 2019. Total uang potongan selama 3 tahun itu mencapai Rp 1,2 miliar lebih.
Dalam persidangan, Subhi mengaku jika uang itu digunakan untuk membiayai kegiatan yang tidak ada anggarannya. Seperti kegiatan balap motor yang diadakan Pemerintah Kota Jambi.
Pada 2018, uang potongan kata Subhi juga diberikan kepada Sekda Budidaya, senilai Rp 60 juta.