JAKARTA – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar turut mencabut hak politik selama tiga tahun dalam vonis Nurdin Abdullah.
Pencabutan hak politik terdakwa yang merupakan Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif itu mulai berlaku sejak Nurdin selesai menjalani masa pidana pokok yakni 5 tahun penjara.
Dalam persidangan yang digelar kemarin, Majelis Hakim Tipikor Makassar menyatakan Nurdin terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, serta melakukan korupsi yang merupakan gabungan dari beberapa perbuatan yang dipandang sebagai kejahatan yang berdiri sendiri.
“Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa [Nurdin Abdullah] berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok,” ujar hakim ketua, Ibrahim Palino, saat membacakan amar putusan vonis Nurdin Abdullah, Pengadilan Tipikor Makassar, Senin (29/11) malam.
Dalam menjatuhkan putusan tersebut, hakim turut mengungkapkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan bagi Nurdin.
Hal memberatkan yakni perbuatan Nurdin bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Sementara hal meringankan yakni Nurdin belum pernah dihukum, mempunyai tanggungan keluarga yang perlu dinafkahi, sopan dan kooperatif selama persidangan, tidak pernah bertingkah dengan macam-macam alasan yang membuat persidangan tidak lancar.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Makassar menjatuhkan vonis terhadap Nurdin dengan pidana 5 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Selain itu, Nurdin juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp2,18 miliar dan Sin$350 ribu.
Jika tidak dibayar dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah), maka harta bendanya disita dan dilelang jaksa.
Jika harta bendanya tidak menutupi uang pengganti, akan diganti dengan pidana penjara 10 bulan.
Atas vonis Nurdin Abdullah itu, baik jaksa maupun pihak terdakwa menyatakan akan memanfaatkan waktu tujuh hari untuk pikir-pikir merespons putusan tersebut.