JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) merekomendasikan persentase kewajiban volume batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) naik dari 25 persen menjadi 30 persen-35 persen.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Muhammad Khayam mengatakan rekomendasi kenaikan persentase volume batu bara DMO tersebut demi menjaga pasokan untuk industri, khususnya semen. Sebab, batu bara merupakan bahan baku utama industri semen.
“Sehubungan dengan permasalahan batu bara, diperlukan tindakan cepat agar industri semen mendapatkan pemenuhan batu bara sesuai dengan kebutuhannya,” ungkap Khayam, Rabu (26/1).
Ia juga meminta pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan Keputusan Menteri ESDM Nomor 206.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Harga Jual Batu Bara untuk Pemenuhan Kebutuhan Bahan Baku/Bahan Bakar Industri Semen dan Pupuk di Dalam Negeri.
“Kemudian, memperpanjang waktu pemberlakuan keputusan menteri ESDM dengan target sudah terbit pada awal Maret 2022,” kata Khayam.
Ia menjelaskan harga batu bara internasional terus meningkat sejak Desember 2020. Hal itu mempengaruhi harga batu bara acuan (HBA) di dalam negeri yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM.
Tercatat, Kementerian ESDM menetapkan HBA sebesar US$159,79 per ton pada Desember 2021.
HBA adalah harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GGNC), dan Platt’s 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang setara pada kalori 6.322 kkal/kg GAR, total moisture 8 persen, total sulfur 0,8 persen, dan ash 15 persen.
Menurut Khayam, kenaikan harga batu bara internasional ikut mengerek harga di dalam negeri. Hal itu memberatkan industri dengan harga freight on board (FOB) rata-rata sebesar 55 persen.
HBA adalah harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GGNC).
Kemudian Platt’s 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang setara pada kalori 6.322 kkal/kg GAR, total moisture 8 persen, total sulfur 0,8 persen, dan ash 15 persen.
Kemudian, jumlah pasokan minimum batu bara untuk produksi tidak berada pada batas aman. Saat ini, rata-rata ketersediaan batu bara untuk kebutuhan produksi hanya 43 persen dari kebutuhan normal.
Selain itu, kualitas batu bara juga menjadi tak sesuai dengan kesepakatan awal. Lalu, jadwal pengiriman batu bara juga terganggu.
Oleh karena itu, Kemenperin berharap kebutuhan batu bara untuk industri semen segera terpenuhi. Jika industri semen terganggu, maka akan berpengaruh pada program infrastruktur di Indonesia.