JAKARTA – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR, mendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan out of the box dalam mengatasi kelangkaan komoditas kedelai.
Salah satunya, dengan menawarkan barter antara komoditas kedelai dengan batu bara dari Indonesia.
“Solusi jangka pendek dengan cara barter antara komoditas kedelai dengan batu bara yang merupakan keunggulan komparatif Indonesia,” kata Komisi VI DPR RI Amin Ak, Minggu (20/2).
Menurut Amin, Cina dan India adalah dua negara yang menjadi produsen kedelai terbesar keempat dan kelima di dunia. Dengan begitu, kedua negara tersebut bisa dijadikan sebagai negara tujuan kerja sama barter.
Dia juga berharap, pemerintah bisa mengarahkan Badan Usaha Milik Negara alias BUMN produsen batu bara bekerja sama dengan BUMN Pangan, dalam melakukan tawaran barter. Dengan begitu, pasokan kedelai jangka pendek bisa diamankan, setidaknya hingga Juli 2022.
Amin mengatakan, Tanah Air membutuhkan stok kedelai sampai Juli, karena harga kedelai global diperkirakan mulai Agustus 2022 mulai turun.
Di sisi lain, produksi kedelai dari dalam negeri bisa digenjot, dengan waktu penanaman mulai Maret 2022, kemudian dipanen Juni hingga Juli 2022.
“Cina dan India merupakan dua negara konsumen batu bara terbesar di dunia. Statistik global menunjukkan kedua negara ini mengonsumsi 62 % batu bara dunia. Tawaran barter batu bara dengan kedelai, seharusnya jadi opsi yang menarik,” ujarnya.
Untuk solusi jangka panjang, Amin menilai pentingnya untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri, dengan kebijakan insentif biaya produksi untuk petani. Dia mengingatkan, kebijakan pemerintah harus berorientasi kemakmuran rakyat.
Pemerintah dinilai memerlukan berbagai cara dan strategi untuk mewujudkan kebijakan prorakyat. Apalagi, Amin mengatakan mayoritas produsen tahu dan tempe adalah usaha mikro dan kecil.
Adapun data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sekitar 90 % impor kedelai Indonesia untuk 2020 datang dari Amerika Serikat. Jumlahnya setara 2.238,5 ton dari total 2.475,3 ton impor kedelai Indonesia.
“Mereka baru saja pulih setelah dihantam pandemi. Harus ada solusi cepat dan taktis untuk menyelamatkan usaha mereka,” kata Amin.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyatakan naiknya harga kedelai di Indonesia karena adanya beberapa permasalahan dari negara importir, antara lain cuaca buruk El Nina di kawasan Amerika Selatan.
“Jadi permasalahan kedelai di Indonesia yang harganya belakangan ini naik karena adanya beberapa permasalahan dan terjadinya El Nina di Argentina,” ujar Muhammad Lutfi saat di Makassar, Kamis (17/2).
Dia mengatakan, harga kedelai yang sebelumnya US$ 12 per gantang, naik menjadi US$ 18 per gantang.
Naiknya harga kedelai, selain dari dampak cuaca buruk El Nina di Argentina dan kawasan Amerika Selatan yang menjadi negara pengimpor itu, juga dipengaruhi oleh kebutuhan besar di Cina.
Mendag juga menyatakan jika baru-baru ini, di Negeri Tirai Bambu mencatat ada lima miliar babi baru yang semuanya membutuhkan pakan kedelai.
“Awalnya peternakan babi di sana tidak makan kedelai, tapi sekarang makan kedelai,” katanya.