JAKARTA – Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA menilai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Dedi Mulyadi layak menjadi pesaing berat Ridwan Kamil (RK) di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Barat (Jabar) 2024 mendatang.
Menanggapi hal tersebut, pria yang akrab disapa Kang Dedi itu mengatakan bahwa saat ini dia tetap fokus dalam tugas dan jabatannya sebagai Wakil Ketua Komisi IV DPR RI.
“Saya bekerja mengabdi pada warga dengan berbagai kegiatan sosial dan budaya tidak mau dikaitkan dengan urusan elektabilitas. Ini karena akan mengurangi keikhlasan dalam mengabdi,” ucapnya dikutip dari Kompas.com, Minggu (27/2/2022).
Andai kata sekarang mendapat apresiasi seperti itu, Kang Dedi merasa sudah uyuhan atau masih untung. Meski demikian, ia mengucapkan terima kasih atas hal tersebut.
“Hatur nuhun (terima kasih). Terima kasih atas apresiasi warga Jawa Barat terhadap diri saya,” ucapnya.
Sebelumnya, LSI Denny JA telah melakukan survei untuk Pilgub Jabar 2024. Dalam survei ini, Kang Dedi dinyatakan sebagai bintang baru yang akan menjadi pesaing berat Ridwan Kamil.
Posisi Dedi Mulyadi diklaim akan semakin kuat jika Ridwan Kamil tidak mencalonkan kembali di Pilgub Jabar dan lebih memilih maju sebagai calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres).
Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah mengatakan, potensi Dedi Mulyadi tergambar jelas dari posisi elektabilitas yang meroket untuk ukuran calon pendatang baru.
Meskipun, kata dia, jika dibandingkan dengan posisi elektabilitas, Ridwan Kamil sebagai incumbent atau pemegang jabatan masih memimpin.
Lebih lanjut Toto menjelaskan, posisi elektabilitas masing-masing dalam berbagai simulasi jumlah calon, termasuk Kang Dedi.
Untuk simulasi 20 calon gubernur, Ridwan Kamil memimpin dengan 45,2 persen, disusul Dedi Mulyadi 24,7 persen dan Dede Yusuf 8,5 persen.
Sementara itu, calon lainnya mulai dari Wakil Gubernur (Wagub) Jabar UU Ruzhanul Ulum, Cellica Nurrachadiana, Desy Ratnasari, Ahmad Syaikhu, Bima Arya, Nurul Arifin, Rieke Diah Pitaloka, dan Ace Hasan Syadzily masih di bawah 5 persen.
Setelah dikerucutkan menjadi enam calon, Ridwan Kamil menempati 47,3 persen, Dedi Mulyadi 25,5 persen, dan Dede Yusuf 12,7 persen. Sementara itu, Uu Ruzhanul Ulum, Ahmad Syaikhu, dan M Farhan masih tetap di bawah 5 persen.
Adapun hal yang paling menarik pada simulasi 10 calon tanpa Ridwan Kamil adalah posisi Dedi Mulyadi melesat ke 38,0 persen, disusul Dede Yusuf menjadi 22,7 persen, Uu 6,7 persen, Desy Ratnasari 5,8 persen, Ahmad Syaikhu 3,5 persen, dan Atalia Kamil 1,8 persen.
“Dari simulasi tanpa Ridwan Kamil terlihat jelas bahwa Kang Dedi yang paling banyak menerima berkah limpahan suara. Disusul Dede Yusuf yang cukup tinggi juga,” kata Toto.
Oleh karena itu, sebut dia, jika Ridwan Kamil akhirnya lebih memilih sebagai capres atau cawapres, tidak sebagai cagub, maka hanya Dedi Mulyadi yang punya potensi melenggang menang.
Meski demikian, dalam pandangan peneliti senior LSI Denny JA itu, peluang kandidat lain tetap terbuka sejauh mereka mampu memenuhi tuntutan hukum besinya untuk menang.
Peluang itu bisa datang dari tuntutan mendongkrak pengenalan maupun kesukaan dengan kerja-kerja kampanye yang terukur. Apalagi masih ada waktu cukup lama, yaitu sekitar tiga tahun kurang sampai 2024 nanti.
Terbukanya peluang kandidat lain juga terlihat dari data survei tentang pemilih yang masih berkategori soft supporter, yaitu pemilih cair yang mungkin sekarang sudah punya pilihan tetapi masih sangat mungkin berubah.
Jumlah peluang kandidat itu sekitar 42,7 persen. Itulah jumlah yang sering disebut sebagai lahan tak bertuan dan masih bisa diperebutkan oleh siapa saja.
“Hanya Ridwan Kamil dan Kang Dedi yang sudah memiliki strong supporter atau pemilih militan cukup tinggi dengan persentase RK 33,5 persen dan Dedi 13,7 persen. Untuk lainnya, termasuk Dede Yusuf, masih dibawah 5 persen,” kata Toto.
Biasanya, lanjut dia, kategori pemilih militan seperti itu tak akan berubah sampai hari H pemilihan. Terkecuali ada badai politik dahsyat yang menimpa mereka.
Pada kesempatan tersebut, Toto menjelaskan, ada beberapa faktor yang menjadi alasan fenomena melesatnya Dedi Mulyadi sebagai rival berat Ridwan Kamil.
“Dari pengalaman LSI melakukan ratusan kali survei, calon dengan potensi menang biasanya terlihat dari beberapa indikator yang ada dalam data survei,” ucapnya.
Toto mencontohkan, selain faktor tren elektabilitas yang terus naik, meratanya dukungan di aneka segmen demografis juga tergambar jelas. Segmen demografis ini seperti suku, jenis kelamin, tingkat pendidikan, penghasilan, pemilih partai, dan sebaran zona daerah pemilihan (dapil).
Begitu juga dengan tingkat pengenalan, kata dia, berbanding lurus dengan tingkat kesukaan. Sebab, ada banyak calon dengan tingkat pengenalan tinggi, tetapi kesukaan rendah. Biasanya hal ini kategori calon yang berat untuk menang.
Menurut Toto, Dedi Mulyadi hampir masuk dalam semua kategori mampu menyaingi Ridwan Kamil. Termasuk soal pengenalan dan kesukaan yang nyaris berbanding lurus yakni dikenal 79,5 persen dan disukai 87,8 persen.
“Bandingkan dengan Dede Yusuf yang sudah dikenal oleh 94 persen, tapi disukai 86 persen. Artinya jika pengenalan Dedi Mulyadi naik sampai di atas 90 persen ada potensi elektabilitas juga naik,” imbuhnya.
Adapun faktor lain berdasarkan data survei LSI elektabilitas, Dedi Mulyadi disumbang oleh gencarnya mengemas program turun ke masyarakat lewat YouTube dan aneka platform media sosial (medsos) lainnya seperti Facebook (FB) dan Instagram (IG).
Dari base 63,3 persen pengguna medsos saat ditanya konten media siapa yang paling disukai, hasilnya Dedi Mulyadi meraih persentase YouTube 17,2 persen FB 6,6 persen, dan IG 0,8 persen. Sementara itu, Ridwan Kamil hanya unggul di sosmed IG 4,7 persen dan YouTube 4,2 persen.
“Kekuatan Kang Dedi di medsos lebih pada kontennya yang news value atau nilai berita. Dia bermain isu yang kuat dan memiliki public interest atau kepentingan umum seperti isu kerakyatan, bantuan kepada rakyat kecil, soal sampah dan sejenisnya,” ujar Toto.
Tak hanya itu, lanjut dia, Kang Dedi juga punya brand yang kuat sebagai tokoh Sunda loyal dan konsisten memperjuangkan serta melestarikan budaya, dalam arti peradaban, bukan suku. *