JAKARTA – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) menegaskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menentang konstitusi dan berada di luar hukum bila berkukuh memperpanjang masa jabatannya lebih dari 10 tahun atau 2 periode.
Sikap itu mereka sampaikan untuk menolak wacana penundaan Pemilu 2024 yang diwacanakan oleh beberapa ketum parpol belakangan ini.
“Jika kemudian hari masa jabatan presiden betul-betul diperpanjang dan melebihi ketentuan konstitusi, yaitu 10 tahun, pemerintahan Presiden Jokowi jelas berada di luar hukum dan membangkangi konstitusi,” kata BEM UI dalam keterangan resminya dikutip pada Senin (7/3).
BEM UI menegaskan bahwa konstitusi yakni UUD 1945 merupakan dasar hukum tertinggi di Indonesia. UUD 1945 hadir sebagai bukti Indonesia tengah menjalankan konsepsi negara hukum.
Karenanya, mereka mempertanyakan Jika pemerintah dijalankan di luar konstitusi, seharusnya wajib mempertanyakan lagi konsepsi negara hukum republik ini.
“Apakah kita betul-betul negara hukum?” tanya BEM UI.
Lebih lanjut, BEM UI menilai hanya negara-negara yang jauh demokratis yang kerap memain-mainkan masa jabatan pejabatnya. Mereka mencontohkan negara Guinea yang berujung pada kudeta militer ketika terjadi perpanjangan masa jabatan presiden.
BEM UI beranggapan bermain-main dengan agenda perpanjangan masa jabatan, sangat memungkinkan memicu lahirnya permasalahan-permasalahan yang lain.
“Semakin menimbulkan keadaan buruk seperti perpecahan dalam sistem pemerintahan dan masyarakat,” kata mereka.
Di sisi lain, BEM UI tak menerima pelbagai alasan yang kerap menjadi dalih pengusul wacana penundaan pemilu belakangan ini. Salah satunya mereka mengkritisi alasan pemilu ditunda karena pandemi Covid-19.
BEM UI menilai bila pemerintah khawatir terhadap penyebaran virus, semestinya memikirkan alternatif lain dalam mekanisme pemungutan suara yang lebih aman dan sehat.
“Bukan menunda pemilu dengan dasar-dasar yang lemah. KPU dapat belajar dengan negara tetangga, Filipina, yang berhasil menyelenggarakan pemilu secara digital dengan biaya yang lebih murah,” kata mereka.
BEM UI juga mengkritisi alasan penundaan pemilu karena masyarakat menghendaki perpanjangan periode. Mereka menegaskan bahwa dalih ini jelas tak berdasar.
Hal ini lantaran, sampai saat ini belum ada publikasi resmi dari berbagai partai politik mengenai apakah benar mayoritas masyarakat Indonesia mendukung perpanjangan masa bakti presiden.
“Argumentasi nihil substansi ini akan menerabas konstitusi dengan menjual nama rakyat,” ujarnya.
Tak hanya itu, mereka juga mengkritisi biaya pemilu yang terlalu besar di tengah pemulihan ekonomi. Diketahui, KPU telah mengajukan rencana anggaran penyelenggaraan Pemilu 2024 sebesar Rp76,6 triliun. Meski angka ini telah merosot tajam dari 119 triliun yang menjadi usulan awal. Namun angka ini naik tiga kali lipat dibanding dana Pemilu 2019.
“Maka, sudah sewajarnya KPU dapat melaksanakan pemilu sesuai dengan anggaran pemilu untuk tahun 2024. Di sisi lain, pemilu secara digital dapat kembali dipertimbangkan sebab dapat menjadi upaya untuk meringankan anggaran,” kata mereka.