DRAMA minyak goreng belum berakhir. Harga crude palm oil (CPO) sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng kembali naik.
Padahal, harga sempat mengalami koreksi cukup tajam pada pekan lalu. Pekan lalu, harga CPO terkoreksi tajam sebanyak 9,91% dan menjadi koreksi mingguan paling parah sejak pekan kedua Maret.
Hal tersebut dapat dipicu oleh aksi jual oleh para pelaku pasar karena harga CPO sempat melonjak dan menyentuh rekor tertingginya pada Jumat (29/4) yang merupakan hari terakhir sebelum libur lebaran.
Sementara, mengacu pada data Refinitiv, harga CPO di pagi hari tadi sebesar MYR 6.469 per ton atau naik tipis 0,83%
Wang Tao, Analis Komoditas Reuters, memprediksikan bahwa harga CPO dapat mengakhiri penurunannya ke titik support yang berada di kisaran MYR 6.190-6.290/ton dan menguji titik resistance di MYR 6.602/ton.
Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) telah memutuskan untuk melarang ekspor CPO dan produk-produk turunannya pada 28 April 2022, termasuk RPO (red palm oil), RBD (refined, bleached, deodorized) palm olein, pome, dan used cooking oil.
Sehingga, harga CPO kembali menyentuh rekor tertingginya sepanjang masa pada Jumat (29/5/2022) yang di banderol dengan harga MYR 7.104/ton. Level tersebut juga merupakan kenaikan harga mingguan tertinggi sejak pekan pertama di bulan Mei 2021.
Wajar saja jika kebijakan dari pemerintah Indonesia dapat sangat berpengaruh terhadap pergerakan harga CPO, karena Indonesia merupakan produsen sekaligus eksportir CPO terbesar di dunia.
Sementara itu, Malaysia yang merupakan produsen CPO kedua terbesar di dunia, tampaknya mendapat keuntungan saat Indonesia memberlakukan larangan ekspor CPO.
Malaysia berencana untuk memanfaatkan kekurangan minyak nabati global karena ketegangan politik di Eropa untuk mendapatkan kembali pangsa pasar, setelah industri CPO Malaysia sempat dituding dengan permasalahan deforestasi.
Menteri Industri dan Komoditas Perkebunan Malaysia Zuraida Kamaruddin mengatakan bahwa pemerintahnya tidak ingin menyia-nyiakan peluang tersebut.
Dia juga memprediksikan bahwa harga minyak nabati global kemungkinan akan tetap tinggi pada paruh pertama tahun 2022 dan permintaan Uni Eropa diperkirakan akan meningkat dalam waktu dekat karena terbatasnya pasokan minyak bunga matahari dan minyak kedelai.
Hal tersebut sejalan dengan ekspektasi pelaku pasar bahwa pasokan CPO akan membeludak. Pada akhir April, persediaan CPO Malaysia diperkirakan naik 5,2% jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya menjadi 1,55 juta ton, jika mengacu pada konsensus yang dihimpun Reuters.
Produksi CPO di April diperkirakan 1,48 juta ton dan menjadi angka tertinggi sejak lima bulan. Meskipun, nilai ekspor turun 5,6% ke 1,2 juta ton.
Tidak hanya itu, Data ITS (perusahaan surveyor kargo), mengumumkan bahwa ekspor CPO Malaysia melonjak 67% pada periode 1-5 Mei jika dibandingkan dengan periode yang sama bulan sebelumnya.