Penulis merupakan Penggiat Antikorupsi di Jambi
Indeks Demokrasi hanya tinggal slogan advertising produk moral tanpa jedah kepedulian wakil rakyat terhadap suara rakyat tergerus bak pasir di terpa badai ataukah memang demokrasi hanya semboyan slogan penyejuk hati belaka.
Sampai kapan harus menunggu jawaban wakil rakyat, atas tuntutan agar dilaksanakan diskusi publik bak batu jatuh ke lubuk yang paling dalam, sampai saat ini tidak ada kabar berita.
Apakah memang para wakil rakyat sudah tahu semua persoalan yang ada dan dirasakan serta mempengaruhi kehidupan masyarakat hingga hanya pemerintahlah yang boleh didengarkan suaranya.
Anehnya masyarakat tetap saja merasakan beban yang mungkin tak akan pernah dirasakan oleh sosok penyandang status sosial sebagai wakil rakyat yang menjadi penonton budiman dan profesional yang hanya bisa datang duduk dan diam menikmati empuknya kursi panggung sandiwara paket kejar tayang dengan judul Kesejahteraan hanya ada dalam angan dan hayal sebuah perencanaan.
Legislative benar – benar menjadi mitra profesional bagi Eksekutive, Rapat Dengar Pendapat (RDP) berubah menjadi Ruang Diskusi Pembelaan, Panitia Khusus (Pansus) berubah menjadi Pantaskan Segala Urusan dan jadi moment agung aksi cari panggung bak lapangan mencari pemain.
Pemandangan yang seakan – akan sudah diyakini sepenuhnya bahwa hal itu sudah lebih dari cukup sebagai iklan berbayar untuk formalitas tugas pokok dan fungsi, janji tinggal lah janji, untuk priode berikutnya tinggal bagaimana lidah dan sedikit basa basi mampu menyajikan sajian janji tanpa perlu harus ditepati.
Janji dijadikan harga yang begitu mahal untuk sebuah kedudukan dan kekuasaan, lidah dijadikan brankas bank kata – kata manis sebagai mata uang yang begitu berharga dari semua mata uang yang berlaku di seluruh dunia.
Kedudukan dan Kekuasaan menjadi hak mutlak yang dianggap sudah dibayar lunas dan dibeli secara tunai dan resmi serta syah menurut kaidah dan norma hukum janji.
Terlalu banyak santapan kesedihan hati masyarakat yang hanya bisa menatap kebijakan pemerintah yang dipertontonkan yang jauh dari kata berhasil bak kata pepatah jauh panggang dari api, Persoalan Angkutan Batubara cukup diselesaikan dengan Surat Edaran, tidak perlu pelaksanaan Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Kepala Daerah.
PERDA/PERKADA Hanyalah tumpukan kertas tanpa roh dari catatan suatu kegiatan dari pemenuhan persyararatan pelengkap keberadaan suatu rezim penguasa kekuasaan.
Kebijakan tidak lagi memerlukan instrument Hukum sebagai Panglima dan filter pengambilan sebuah Keputusan, hukum tunduk sebagai pelayan dan pelindung kekuasaan penguasa, hukum tidak lagi berfungsi sebagai alat kontrol tetapi menjadi alat canggih dalam menjalankan keinginan kekuasaan penguasa.
Kesejahteraan dan kecerdasan tetap terbuai dalam tidur panjang Perencanaan dalam deretan retorika baik itu klasik maupun kontemporer dengan melibatkan analisis teks naskah tulisan maupun visualisasi.
Paket Stadion bertaraf akan berubah menjadi Bertarif International cukup dengan menunggu dokumen pendukung berupa Feasibility Studies (FS) dan Detail Engeneering Design (DED) yang baru akan dibuat setelah dilakukan ketik dan ketok palu paripurna APBD jadi tak lagi perlu ditolak karena sudah tercantum dalam Perundingan Dalam Rancangan Visi dan Misi Janji Politik yang telah disepakati dalam Merumuskan olahan Uang (MoU) para pihak pemegang hak hasil perkawinan Pemilu dan Pilkada.
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI menjadi ajang Ruang Diskusi Pembelaan (RDP) bagaimana untuk tidak di nilai masyarakat dimana WTP dengan plesetan Wajar Tanpa Pemeriksaan ataukah Wajah Tanda Pergaulan dan Persahabatan, yang akan melahirkan sinetron arogansi eksekutive dengan pernyataan sikap. Dengan dan/atau tanpa persetujuan dewan eksekutive tetap jalan.
Ruang Diskusi Pembelaan mungkinkah diruang Duduk Pikirkan Rencanakan (DPR) akan bertambah materi pembahasan dengan tofik tentang Pembatalan Pelantikan Calon Kepala Sekolah SMA yang telah diundang dengan tanpa alasan dan tanpa batasan waktu pembatalan (unlimited) yang terjadi Super Ekspress dan berlangsung hanya dalam hitungan jam.
Belum terlihat adanya kegiatan Pembahasan RAPBDP 2022, ataukah memang cukup dilanjutkan dengan cara sebagaimana semboyan biro jasa pengiriman barang Titipan Kilat.
Serta pembahasan tentang jabatan sejumlah Pejabat Negara yang menyandang status sebagai terperiksa dan sebagai supplier uang pembeli jabatan dipasar gelap kekuasaan yang menjadi fakta persidangan perkara OTT KPK mengenai Suap ketok Palu APBD 2017.
Kenyataannya sekarang Panggung Sandiwara Perdebatan terlihat lupa menyajikan pembicaraan persoalan Kwalitas Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Sipil Negara dan/atau Pejabat Negara yang mungkin saja telah bergeser dengan hak proregative sebuah keinginan ambisi kelanggengan kekuasaan dengan cara mengumpulkan barisan Sanak Dari Mudik yang tidak lagi memerlukan Kredibilitas Akuntabilitas dan Profesionalitas serta Kepastian Hukum sebagai ayat – ayat suci Azaz Umum Pemerintahan yang Baik.
Mungkin saja para pemegang hak controlling menunggu akan terkadi keajaiban akan lahir kembali sosok Gatot Kaca dan/atau Panglima Gajah Mada serta Zorro yang melegenda dengan prinsif hidup ksatria dan bijaksana demi kepentingan rakyatnya.
Tidak menutup kemungkinan Kabinet yang dilantik dengan system Rekruitment menggunakan methode Daftar Usulan Kekerabatan (DUK) yang disampaikan oleh pihak yang diberi kepercayaan menyandang status Barisan Pengukur Jarak Kedekatan (BAPERJAKAT) yang akan bermuara pada APBD menjadi sebuah pandangan Anggaran Pendapatan Barisan Dinasti.
Pendapatan Asli Daerah yang menguap dengan asumsi mencapai angka Triliunan Rupiah pertahun tidak perlu lagi dibahas selagi tetap dalam koridor Sumpah Jabatan dan tidak diketahui oleh Publik tetap aman, jika suatu saat ketahuan lidah secara otomatis akan menjalankan tugas menyajikan untaian dalih dan dalih serta alasan walaupun harus melakukan pembenaran dengan selalu mencari kambing hitam untuk sebuah kegagalan.
Ataukah PAD itu sendiri tidak lagi sebatas Pendapatan Asli Daerah akan tetapi telah melahirkan bayi – bayi mungil dan ajaib serta lucu sebagai benih – benih genetik pandangan bahwa PAD adalah Pendapatan Aku Dewek, kecil dan rendahnya perolehan APBD akan digantungkan pada APBN sebagai Anggaran Penambah Beban Negara.